Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dorong Kimia Hulu, RDMP Perlu Segera Direalisasikan

Achmad Widjaja, Wakil Komisi Tetap Industri Hulu & Petrokimia Kadin Indonesia, mengatakan pihaknya menyayangkan lambannya realisasi RDMP.
Petugas melakukan pemeriksaan dan perekaman data di pabrik butadiene di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), di Cilegon, Banten, Kamis (19/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Petugas melakukan pemeriksaan dan perekaman data di pabrik butadiene di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP), di Cilegon, Banten, Kamis (19/7/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi pengembangan refinery development master plan (RDMP) di sejumlah wilayah diyakini dapat mendukung pengembangan industri kimia hulu nasional.

Achmad Widjaja, Wakil Komisi Tetap Industri Hulu & Petrokimia Kadin Indonesia, mengatakan pihaknya menyayangkan lambannya realisasi RDMP tersebut. Padahal, pengembangan kilang minya di sejumlah daerah itu bisa mengoptimalkan bahan baku bagi industri kimia.

Sejumlah proyek RDMP itu direncanakan berlokasi di Balikpapan, Balongan, Tuban, Cilacap dan Bontang.

"Harusnya pada periode pertama itu, Presiden sudah menggarisbawahi ketahanan energi sehingga bisa menjamin pengembangan sektor industri kimia pada periode kedua," ujarnya kepada Bisnis, Minggu (29/12/2019).

Achmad berharap pemerintah segera merealisasikan pengembangan RDMP tersebut. Apalagi, saat ini PT Pertamina (Persero) sudah mantap menjadi holding BUMN migas.

Menurutnya, pengembangan kilang itu akan menjamin ketersediaan pasokan bahan baku di hulu sektor kimia.

"Nah, pemerintah sudah memengang hulu dan hilir, tinggal untuk intermediate perlu disinkronkan apakah perlu diberikan ke swasta," ujarnya.

Presiden Joko Widodo menegaskan bakal terus memberi ruang bagi investasi baru dan pengembangan di sektor petrokimia agar mampu menekan defisit neraca perdagangan.

Dengan masifnya investasi di sektor petrokimia, dia bahkan meyakini Indonesia akan menjadi negara pengekspor produk kimia.

"Feeling saya mengatakan, 4-5 tahun lagi kita tidak impor barang-barang petrokimia. Justru kita bisa ekspor," katanya.

Presiden Jokowi menjelaskan saat ini defisit neraca perdagangan masih menjadi problem mendasar yang dihadapi Indonesia. Salah satu sektor yang berkontribusi besar pada peningkatan impor adalah petrokimia.

Menurutnya, ekspor bahan baku kimia mencapai Rp124 triliun, sedangkan impornya mencapai Rp317 triliun. Dengan begitu, defisit neraca perdagangan untuk produk kimia di Indonesia mencapai Rp193 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Galih Kurniawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper