Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia diprediksi akan tetap mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,00 persen dengan pertimbangan menunggu efektivitas dari sejumlah relaksasi kebijakan moneter serta makroprudensial dalam beberapa bulan terakhir.
Ekonom BCA, David E. Sumual menyatakan Bank Indonesia akan menunggu hasil dari penerapan sejumlah kebijakan. Misalnya saja, ada beberapa kebijakan yang baru saja diberlakukan pada Desember 2019 yakni relaksasi Loan to Value (LTV) untuk sektor properti dan otomotif.
David menilai, meski satu bulan terakhir rupiah terapresiasi dan inflasi relatif terkendali, namun dari sisi eksternal akan banyak mempertimbangkan kebijakan Bank Indonesia. Pasalnya, The Fed juga menahan suku bunga acuan, selain itu juga perkembangan perang dagang Amerika Serikat dan China mulai melonggar, seiring dengan kesepakatan dagang fase I.
“Jadi outlooknya, membaik, positif bagi dalam negeri maupun global, maka BI akan menahan untuk melihat dampak kebijakan-kebijakan,” terang David kepada Bisnis, Rabu (18/12/2019).
Dia pun menambahkan, pertimbangan lain untuk menahan suku bunga adalah setelah melihat kinerja neraca dagang November 2019 yang mencatatkan defisit US$1,33 miliar. Menurut David meski sudah memprakirakan adanya defisit memasuki kuartal IV, seiring tren kenaikan impor barang konsumsi jelang akhir tahun.
Namun, menurut David pencatatan defisit pada neraca dagang November 2019 lalu cukup fantastis dan berada di luar perkiraan. Oleh sebab itu dia tak menampik jika defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) berpeluang kembali melebar dan membutuhkan antisipasi.
“CAD itu faktor juga, karena musiman kuartal IV melebar, namun saya masih optimis target CAD tahun ini kumulatif mencapai 2,6 persen sampai 2,7 persen saja dari PDB,” tutur David.