Bisnis.com, JAKARTA – Dalam rangka menarik investasi, pemerintah tengah menyusun skema memoderasi sejumlah jenis daerah menjadi satu tarif.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, untuk mengejar investasi pemerintah tengah menyusun draf omnibus law. Adapun salah satunya membahas soal relaksasi perizinan dalam omnibus law terkait pajak daerah.
“Jadi ada wacana menarik kewenangan pusat untuk keuangan daerah, kewenangan tarif yang akan direvisi,” kata Yustinus di sela-sela public hearing Sosialisasi Omnibus Law di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (4/12/12019).
Dia menyatakan upaya merasionalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) ini akan dilegitimasi melalui Peraturan Pemerintah (PP), serta Undang-Undang (UU) yang memberikan kewenangan atas besaran tarif tersebut.
“Jadi distandarisasi, tidak seperti sekarang, karena sekarang rezim undang-undang PDRD harus maksimal, bisa 0%-35%. Misal, pajak hiburan, kalau misalnya karaoke tarif tidak sama, membuat distorsi. Kan jadi dari Jakarta lari ke Serpong lari ke Bogor,” pungkasnya.
Dia menilai upaya ini tidak akan memangkas kue Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sebaliknya, peran daerah justru akan dioptimalisasi guna menghindari perang tarif antar daerah. Selain itu, dengan optimalisasi dari pengaturan tarif akan memperbaiki investor lari akibat terjepit tarif.
Dia mengambil contoh, kesenjangan tarif PDRD antardaerah bisa menyebabkan banyak objek pajak memiliki ragam nilai. Misalnya, distorsi nilai NJOP harga beli yang ditentukan oleh daerah akan berbeda dengan daerah lain.
“Kalau moderasi orang [investor] akan masuk tapi diperbaiki di besarannya. Pemerintah pusat tinggal kasih instrument pengawasan. Infrastruktur bisa dibantuk supaya daerah bisa ikut standar,” sambungnya.
Prastowo menyebut, penyusunan matang rancangan omnibus law ini masih akan berlanjut pada tanggal 10 Desember 2019. Salah satu catatan penting dari pelaku usaha adalah praktik perpajakan yang harus diperbaiki dan dipertegas melalui omnibus law.
“Pengusaha mengeluhkan praktik perpajakan dan masukan lebih jelas di lapangan. Dari pemeriksaan gitu-gitu supaya standar saya kita bagus,” jelasnya.