Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan harga komoditas dipandang belum memiliki daya dorong terhadap investasi sektor pertambangan.
Peneliti Indef Abdul Manap Pulungan menilai kenaikan harga komoditas kalaupun terjadi sifatnya cenderung temporer sehingga tidak mendorong pelaku usaha untuk berinvestasi ke sektor tersebut.
Hal ini dilatarbelakangi oleh perekonomian global dan perdagangan global yang cenderung melambat disertai dengan perdagangan global yang turun. "Artinya produksi global turun sehingga permintaan atas energi cenderung landai," ujar Abdul, Selasa (3/12/2019).
Menurut Abdul, tingginya proyeksi investasi pada sektor pertambangan sebagaimana yang dilaporkan oleh Bank Indonesia (BI) cenderung didorong oleh ekspektasi pelaku usaha pertambangan atas kenaikan harga komoditas tambang.
Dalam hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang diterbitkan oleh BI, investasi di sektor pertambangan diproyeksikan meningkat melihat dari perkiraan saldo bersih tertimbang (SBT) investasi di sektor pertambangan kuartal IV/2019 yang mencapai 4,67%, jauh lebih tinggi dari kuartal III/2019 yang mencapai 0,53%.
Secara definitif, saldo bersih tertimbang adalah perkalian antara saldo bersih dan bobot masing-masing sektor ekonomi. Saldo bersih dihitung dengan cara mengurangkan persentase responden yang menjawab naik dengan persentase responden yang menjawab turun.
Bila hasilnya positif artinya ekspansi dan bila negatif artinya kontraksi.
Oleh karena itu, realisasi investasi pada kuartal IV/2019 besar kemungkinan tidak sejalan dengan proyeksi yang diterbitkan oleh BI.
Perlambatan investasi di sektor pertambangan pun menurut Abdul akan tetap berlanjut pada 2020 dilatarbelakangi oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan India selaku konsumen utama.
Lebih lanjut, perang dagang juga masih belum bisa diekspektasikan merada pada 2020, apalagi bila Donald Trump selaku petahana di Pemilu AS 2020 terpilih kembali.