Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja Perusahaan Air Minum Jaya pada tahun ini memperoleh nilai 3,21 atau masih tergolong sehat. Nilai tersebut meningkat dari capaian tahun lalu 3,16.
Sejumlah catatan yang perlu diperhatikan PAM Jaya untuk meningkatkan kinerja di antaranya return on equity (RoE), cakupan layanan, pertumbuhan pelanggan, dan tingkat kehilangan air (non-revenue water/NRW).
Direktur PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menjelaskan bahwa pada aspek keuangan dan nilai RoE yang rendah disebabkan karena ekuitas PAM JAYA masih negatif sampai dengan 2018.
"Namun, pada 2019, PAM Jaya mulai mencatatkan ekuitas positif sehingga ke depannya akan diperoleh nilai RoE positif," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/12/2019) sore.
Untuk aspek pelayanan, lanjutnya, terdapat penurunan yang signifikan dalam hal cakupan layanan, dari 62,22 persen pada 2018 menjadi 28,05 persen di tahun ini.
Menurutnya, hal tersebut dikarenakan ada perubahan metode penghitungan cakupan layanan yang digunakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan berdasarkan formulasi dari Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM. Walhasil, terjadi penurunan nilai secara keseluruhan.
Baca Juga
Saat ini, Priyatno mengakui bahwa PAM Jaya sedang melakukan diskusi dan klarifikasi dengan BPPSPAM dan BPKP serta BPS mengenai metode yang digunakan untuk menghitung cakupan layanan.
Kemudian, terkait dengan pertumbuhan pelanggan yang masih minim yakni pencapaian pelanggan baru dibandingkan pelanggan yang sudah ada hanya 1,40 persen, penyebab utamanya adalah ketersediaan air distribusi dan kemauan warga untuk menjadi pelanggan PAM yang juga masih kecil.
Terakhir, NRW atau kehilangan air di DKI Jakarta yang masih di level 43,40 persen, sekitar 80 persennya disebabkan oleh kehilangan air fisik seperti bocor di perpipaan.
Priyatno pun menargetkan PAM Jaya akan mengalami pertumbuhan cakupan layanan dari 62 persen pada tahun ini menjadi 82 persen pada 2023.