Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri menilai ekspansi kapasitas produksi asam akrilat PT Nippon Shokubai Indonesia (NSI) dapat mengurangi ketergantungan impor dan meningkatkan daya saing industri pengguna di dalam negeri.
Asam akrilat merupakan bahan baku bagi industri popok, pengolahan air, dan tekstil. Adapun, bahan baku produksi asam akrilat adalah propylene. Dengan kata lain, asam akrilat merupakan turunan dari industri petrokimia.
“Menurut saya [ekspansi NSI] bagus karena akan mengurangi impor asam akrilat. Kalau dari proses produksi industri kimia, mestinya Nippon Shokubai akan sangat advance sehingga akan menghasilkan emisi yang rendah,” kata Ketua Akida Michael Susanto Pardi kepada Bisnis, baru-baru ini.
NSI sedang melakukan ekspansi kapasitas produksi menjadi 240.000 ton per tahun atau naik 71,42%. Adapun, ekspansi yang menyerap investasi senilai US$200 juta akan rampung pada 2021.
Michael mengatakan proses realisasi ekspansi tersebut akan sangat bergantung pada tarif gas nasional. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebelumnya berencana menaikkan tarif gas hingga menembus US$10 per MMBTU.
Michael mengatakan penggunaan mesin dengan efisiensi energi yang tinggi akan percuma. Pasalnya, kenaikan harga gas akan membuat biaya produksi yang dikeluarkan oleh NSI menjadi tidak berubah. “Menurut kami tarif gas yang ideal US$6 per MMBTU. Sekarang US$9 per MMBTU dan mau naik.”
Selain tarif gas, Michael berpendapat peraturan yang bertentangan antara pemerintah daerah dan pusat dapat menghambat proses ekspansi NSI. Adapun, Michael meramalkan ekspansi tersebut akan membuat harga popok di pasar lokal lebih kompetitif.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) menyatakan ekspansi tersebut dapat mendorong pertumbuhan industri kain nasional, khususnya pada proses pewarnaan.
Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta menyatakan ekspansi tersebut dapat mendorong pertumbuhan industri zat warna dan auxilaries. Pasalnya, sebagian besar bahan baku industri tersebut amsih bergantung pada impor.
“Untuk pencelupan kain, zat warna dan auxilaries kami 90%-nya masih impor,” katanya.