Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Metode Kerangka Sampel Area Mampu Atasi Isu Overestimasi

Penggunaan metode Kerangka Sampel Area (KSA) diharapkan mampu mengatasi isu overestimasi dalam produksi pangan nasional. Adanya isu overestimasi produksi pangan ini tidak lepas metode yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan).
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman
Petani memanen padi di areal persawahan kawasan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/1/2019)./Bisnis-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Penggunaan metode Kerangka Sampel Area (KSA) diharapkan mampu mengatasi isu overestimasi dalam produksi pangan nasional. Adanya isu overestimasi produksi pangan ini tidak lepas metode yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pertanian (Kementan).

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan akurasi total angka produksi tanaman pangan yang pada akhirnya dipublikasikan oleh BPS sangat dipengaruhi oleh kualitas informasi luas panen yang diberikan oleh Kementan.

Informasi luas panen ini diyakini sarat akan hasil yang cenderung overestimasi karena perhitungan luas sawah yang dilakukan dengan cara pandangan mata atau eye-estimate. Persoalan mengenai isu konflik kepentingan juga syarat muncul karena digunakan untuk mengevaluasi kinerja yang memang difokuskan untuk peningkatan produksi.

”Survei ubinan yang dilakukan oleh BPS juga acap kali dinilai sarat dengan isu overestimasi karena menggunakan puluhan ribu sampel yang membuka peluang terjadinya kesalahan dalam penghitungan. Akan tetapi, isu ini lebih dikaitkan dengan data luas panen yang dilakukan oleh Kementan karena data yang diambil tidak berbasis pengukuran, terutama karena melalui eye-estimate,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima oleh Bisnis.com pada Selasa (19/11/2019).

Menurut Galuh tidak akuratnya perhitungan juga berimbas pada adanya bias indeks pertanaman (IP) yang jika melihat kondisi irigasi Indonesia harusnya berada di kisaran 1,3-1,4. Namun karena adanya data luas panen dan estimasi produktivitas yang berlebih, nilai IP berada di angka 2 di 2018.

"Sudah banyak studi yang membuktikan adanya overestimasi pada data pertanian di Indonesia. Salah satunya pada tahun 2012 di mana Kementerian Koordinator Bidang Perkonomian meminta BPS melakukan Pendataan Industri Penggilingan Padi (PIPA) untuk menghitung produksi padi nasional di tahun 2011-2012," ungkapnya.

Hasil PIPA menunjukkan bahwa produksi padi nasional di periode tersebut hanya sebesar 32,87 juta ton GKG, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan data produksi padi lewat metode yang selama ini digunakan yaitu mencapai 67,26 juta ton GKG.

Dalam praktiknya, angka produksi tanaman pangan, dalam hal ini padi, merupakan hasil perkalian antara luas panen dan estimasi produktivitas. Pengumpulan data luas panen dilakukan oleh Dinas Pertanian melalui kegiatan Statistik Pertanian (SP) di bawah tanggung jawab Kementan. Sedangkan data produktivitas dilakukan melalui Survei Ubinan untuk memperoleh estimasi rata-rata produktivitas dan hal ini menjadi tanggung jawab BPS.

Karena gencarnya isu overestimasi tersebut, akhirnya BPS menghentikan sementara rilis produksi tanaman pangan sejak 2016 dan mulai menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA) untuk menghitung luas panen tanaman padi di mana rilis pertama KSA dilakukan di tahun 2018 lalu. Berdasarkan KSA, luas panen padi di Indonesia periode Januari hingga September 2018 menunjukkan angka 9,54 juta hektar.

Pada dasarnya, Galuh menjelaskan KSA merupakan metode yang dikembangkan oleh BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT). Pengumpulan data melalui KSA dilakukan dengan menggunakan area segmen sebagai sampel perhitungan. Implementasi KSA di Indonesia sendiri menggabungkan peta luas baku lahan sawah yang diperoleh dari teknologi penginderaan jarak jauh (citra satelit) sebagai kerangka pengambilan sampel dan pemanfaatan perangkat Android untuk observasi lapangan.

Angka baru yang dikeluarkan lewat KSA mengindikasikan adanya kelebihan data produksi sebesar 32% karena subjektivitas dalam pengukuran luas panen dengan menggunakan metode lama. Output dari KSA nyatanya dapat memberikan prediksi potensi luas panen untuk tiga bulan setelahnya. Hal ini tentu sangat membantu dalam pengambilan kebijakan pangan yang antisipatif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper