Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia tahun ini berhasil menurunkan konsumsi hydrochlorofluorocarbon (HCFC) sebanyak 40% atau sekitar 160 potensi penipisan ozon (ozone depleting potential/ODP) ton.
Jumlah ini telah melebihi target pada 2020 sebesar 37,5% atau 151,4 ODP ton. Adapun HCFC adalah senyawa kimia yang berpotensi merusak lapisan ozon selain chlorofluorocarbon (CFC).
"Indonesia progresif dalam hal ini, sudah kami laporkan ke internasional. Ini juga berkat kerja sama dengan bea cukai," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Ruandha Agung Sugardiman dalam konferensi pers, Senin (18/11/2019).
Pemerintah akan terus mengejar target pada 2023 untuk menurunkan konsumsi HCFC sebesar 55% atau setara 222,16 ODP ton pada 2023.
Ruandha menuturkan sejak ada perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi lapisan ozon seperti Konvensi Wina dan Protokol Montreal, Indonesia berkomitmen untuk terus menekan faktor yang berdampak negatif terhadap lapisan ozon.
Pasalnya, rusaknya lapisan ozon meningkatkan risiko katarak mata, menurunnya kekebalan tubuh manusia, kanker kulit, dan kematian plankton di perairan akibat radiasi sinar ultraviolet-B yang tidak tertepis oleh lapisan ozon.
Untuk mengurangi konsumsi HCFC, Kementerian Lingkungan Hidup sejak 1992 bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengendalikan dan pengawasan impor bahan perusak ozon (BPO) seperti impor AC, lemari pendingin, dan lemari beku (cold storage).
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84/2015 tentang Ketentuan Impor Barang Berbasis Sistem Pendingin, pemerintah telah melarang impor produk berbasis sistem pendingin seperti AC, lemari pendingin, dan lemari beku yang menggunakan CFC dan HCFC. Sementara untuk BPO, Pemerintah Indonesia mengatur tata niaga impornya dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83/2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon yang saat ini sedang dalam proses revisi.