Bisnis.com, JAKARTA – PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya mencatat akan kehilangan pendapatan sebesar 20% apabila pelanggan mulai beralih menggunakan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.
General Manager PLN UID Jakarta Raya Ikhsan Asaad mengatakan penurunan pendapatan tersebut akan terjadi apabila sebanyak 1 juta pelanggan di Jakarta Raya yang memasang PLTS Atap. Sedangkan, data terakhir yang dia miliki hingga saat ini baru ada 450 pelanggan di Jakarta Raya yang memasang PLTS Atap.
Pelanggan yang memasang PLTS Atap tersebut didominasi oleh sektor rumah tangga. Jumlah daya terpasang pun bervariasi, mulai dari 10 watt hingga 2.000 watt peak.
“Saat ini tiap hari tambah, awal tahun 200 sekarang sudah 450,” katanya, akhir pekan lalu.
Menurutnya, lantaran kondisi tersebut, PLN mendorong masyarakat untuk beralih gaya hidup dengan melakukan elektrifikasi pada sejumlah peralatan rumah tangga maupun kendaraan. Misalnya, dengan menggunakan kompor induksi, yang dapat pula menurunkan impor elpiji.
“Kita lagi inisiasi bagaimana mengajak semua pegawai Pemprov DKI kita sama-sama ayo sukseskan pemerintah kurangi impor LPG,” katanya.
Pemerintah memang mendorong pemasangan PLTS Atap di masyarakat dengan merilis dua peraturan menteri (permen). Adapun dua regulasi tersebut yakni Permen ESDM Nomor 12 tahun 2019 tentang Kapasitas Pembangkit Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri Yang Dilaksanakan Berdasarkan Izin Operasi dan Permen ESDM 13 Tahun 2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).
Adapun Permen ESDM Nomor 13 tahun 2019 merevisi Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018. Sementara itu, Permen ESDM Nomor 12 tahun 2019 untuk mencabut Permen ESDM Nomor 29 Tahun 2012.
Dalam Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2019 menyatakan konsumen PLN dengan pemasangan PLTS Atap wajib memiliki izin operasi dan standar layak operasi (SLO). Regulasi tersebut hanya mengatur secara general pemasangan PLTS atap.
Lebih perinci, regulasi mengenai izin operasi dan SLO kemudian diatur dalam Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2019. Sebelumnya pada Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018, izin operasi diwajibkan pada kapasitas lebih dari 200 kVa sedangkan dengan Permen ESDM 12/2019, diwajibkan pada kapasitas lebih dari 500 kVa.
Apabila sebelumnya hanya pelanggan dengan daya sampai dengan 25 kW dinyatakan bagian dari SLO Instalasi TR. Saat ini dengan permen baru, pemasangan sampai dengan 500 kVa dalam satu sistem instalasi tenaga listrik dinyatakan telah memenuhi ketentuan wajib SLO.
Selain itu, pemasangan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Atap untuk keperluan industri kini hanya dikenai biaya kapasitas lima jam dari sebelumnya 40 jam. Biaya kapasitas merupakan kompensasi atas cadangan daya yang disediakan PLN jika sewaktu-waktu produksi listrik yang dihasilkan PLTS Atap tidak maksimal.
Perubahan penentuan biaya kapasitas tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 16 Tahun 2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Beleid tersebut merupakan perubahan kedua atas Permen Nomor 49 Tahun 2018.