Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah mengkaji penggunaan teknologi pemecah gelombang ambang rendah atau pegar secara lebih luas untuk mengatasi abrasi pantai.
Teknologi ini merupakan hasil penelitian yang terbukti menambah luas pantai sepanjang 75 meter dalam satu musim.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa teknologi pegar diletakkan di ambang rendah sehingga tidak tampak di permukaan pantai.
Penggunaan pemecah gelombang di ambang rendah membuat luas pantai tidak menyusut dan tidak mengganggu keindahan pantai.
"Ini manfaatnya banyak sekali, terutama untuk [pengaman] infrastruktur kita yang ada di tepi pantai," jelasnya usai acara pengukuhan Dede Manarol Huda Sulaiman sebagai profesor riset di Jakarta, Selasa (5/10/2019).
Dede Manarol merupakan Peneliti Ahli Utama Bidang Teknologi Pantai dan Pelabuhan, Badan Penelitian & Pengembangan Kementerian PUPR.
Baca Juga
Secara umum, teknologi pegar memecah energi gelombang yang sebagian di antaranya diteruskan ke pantai sambil mengangkut sedimen dan mengendapkannya di belakang struktur pegar.
Purwarupa pegar berbahan karung geotekstil diuji di tiga lokasi, yaitu Pantai Anyer, Pantai Tanjung Kait Tangerang, dan Tanjung Pisangan Karawang.
Uji lapangan untuk kondisi pantau curam dengan gelombang tinggi juga dilakukan di Pantai Pebuahan, Jembarana. Hasilnya, dalam 3 bulan, pegar mampu mengendapkan sedimen sebanyak 185,8 meter kubik.
Basuki menuturkan bahwa teknologi pengaman pantai akan makin dibutuhkan di daerah pesisir seiring kenaikan permukaan air laut. Terlebih, 60 persen penduduk Indonesia tinggal dalam radius 50 kilometer dari bibir pantai.
Secara umum, panjang bangunan pantai hingga 2018 membentang sepanjang 163,98 kilometer. Bangunan ini terdiri atas pemecah gelombang, tembok laut, tanggul laut, groin, dan revetment.
Secara khusus, teknologi pegar sudah diterapkan di Pekalongan dan Batang dengan panjang gabungan mencapai 4,78 kilometer.