Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI : Perang Dagang Berkelanjutan Perparah Perlambatan Global

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa perang dagang yang berkepanjangan telah memicu kondisi ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif.
Gubernur BI Perry Warjiyo/Istimewa
Gubernur BI Perry Warjiyo/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat-China yang merusak tidak hanya memberikan sentimen negatif terhadap kegiatan dagang global tetapi turut meningkatkan risiko perlambatan pertumbuhan dunia.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa perang dagang yang berkepanjangan telah memicu kondisi ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif.

"Berbagai negara termasuk Indonesia sedang menghadapi dan berupaya untuk mengatasi berbagai tantangan yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan keuangan global yang tidak kondusif," ujar Perry disela-sela acara Asia's Trade and Economic Priorities 2020 di Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Menurutnya, risiko yang ditimbulkan dari perang dagang serta sejumlah kejadian di negara lain termasuk Brexit dan risiko geopolitik lainnya telah meningkatkan kecenderungan pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Bank Indonesia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sebesar 3% dan 3,1% untuk tahun depan, dengan syarat perang dagang tidak berlanjut lebih lama.

Angka tersebut tidak jauh berbeda dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang disampaikan International Monetary Fund, yang direvisi, menjadi sebesar 3% untuk tahun ini dan 3,4% untuk tahun depan.

Perry menambahkan bahwa bank sentral menantikan kesepakatan solutif dari AS dan China, melalui kesepakatan khusus fase pertama, yang menurut Presiden AS Donald Trump, akan disetujui dalam waktu dekat.

"Pengaruhnya [perang dagang] tidak hanya berdampak pada perlambatan ekonomi dunia namun juga terhadap perdagangan internasional dan harga komoditas yang menjadi tidak menguntungkan, termasuk bagi Indonesia," katanya.

Dia juga menggarisbawahi sikap bank sentral dunia yang menjadi lebih dovish mengacu pada tren suku bunga rendah serta suntikan likuiditas untuk mendukung pasar keuangan.

Namun, Perry mengingatkan bahwa pada saat yang sama terjadi volatilitas aliran modal asing dan nilai tukar yang relatif menjadi lebih tinggi sehingga perlu dilakukan penguatan stabilitas dan ketahanan ekonomi.

"Banyak negara yang melakukan injeksi likuiditas, pada saat yang sama risiko masih tinggi sehingga kita harus memperkuat stabilitas dan ketahanan ekonomi baik dari segi makro maupun sistem keuangan," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Achmad Aris
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper