Bisnis.com, JAKARTA — Kalangan operator jalan tol mendukung pembentukan lembaga kliring untuk memperbaiki sistem transaksi tol. Namun, kehadiran lembaga kliring diharapkan tidak menyinggung iklim investasi jalan tol yang diakui sudah kondusif.
Sekretaris Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono mengatakan bahwa lembaga kliring dibutuhkan saat operator jalan tol mulai mengimplementasikan pembayaran tol tanpa berhenti atau multi-lane free flow (MLFF). Saat MLFF diterapkan, tidak ada lagi transaksi di gerbang tol sehingga perlu sebuah sistem untuk mengidentifikasi transaksi tol di tiap ruas jalan tol.
"Ini bagian dari improvement, tapi kita harus hati-hati karena ini menyangkut konsesi banyak pihak. Jangan sampai iklim investasi yang sudah ada jadi mundur lagi!" ujarnya di Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Menurut Krist, saat ini industri jalan tol di Indonesia belum memiliki payung hukum terkait dengan integrasi tarif jalan tol. Sejauh ini, regulator baru menerbitkan regulasi terkait dengan integrasi sistem transaksi. Sedikitnya ada lima lintasan jalan tol yang sudah menerapkan sistem pengumpulan tol terintegrasi.
Integrasi pertama dimulai pada 2016 di lintasan Jakarta—Cikampek—Palimanan lalu berlanjut hingga Brebes Timur. Setahun kemudian, integrasi juga diterapkan di ruas Jakarta—Tangerang—Merak dan menyusul Jagorawi, Semarang seksi ABC, dan enam ruas lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) pada 2018.
Sebelumnya, pembentukan lembaga kliring di industri jalan tol dicetuskan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit.
Baca Juga
Danang menyebutkan bahwa lembaga kliring bisa menjembatani kepentingan pelayanan publik, kebutuhan kebijakan, dan investasi. Lembaga kliring diharapkan bisa terbentuk pada tahun depan.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha dan Operasi PT Waskita Toll Road Muhammad Sadali mengatakan bahwa pihaknya beserta badan usaha jalan tol (BUJT) lain ingin dilibatkan dalam lembaga kliring agar mengetahui secara langsung kebijakan yang dibuat.
"Sebenarnya kami enggak ada masalah cuma keinginan kami sebenarnya para BUJT dilibatkan sehingga kami juga sebagai stakeholder tujuannya adalah supaya mengetahui apa sih aktivitas atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh perusahaan itu. Oleh karena itu, nanti yang akan menjadi kebijakan operasi tol," tuturnya di tempat terpisah.
Menurut Sadali, pada awalnya para BUJT terlebih dahulu mengusulkan gabungan badan usaha untuk menjadi operator itu, tetapi pembicaraan mengenai pembentukan lembaga ini masih belum tuntas terutama terkait dengan sistem dan pendanaan.
"Ini masih belum duduk, ada isu itu perusahaan independen tidak melibatkan BUJT itu yang menjadi teman-teman BUJT setahu saya keberatan. Jadi, penginnya ada yang dari mereka ikut dilibatkan."