Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif tengah mengembangkan halal tourism atau wisata ramah muslim di 10 lokasi.
Ketua Tim Percepatan Pengambangan Pariwisata Halal Kemenpar, Anang Sutomo mengatakan, kesepuluh lokasi tersebut yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan. Pengembangan 10 destinasi tersebut, sebetulnya sudah dimulai sejak 2018 kemarin.
“Jadi destinasi yang lain belum jadi fokus,” jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (24/10/2019).
Pengembangan ini diharapkan bisa menarik jumlah wisatawan mancanegara khususnya wisman moslem sebanyak 3,6 wisman muslim hingga akhir 2019 dengan spending senilai US$1.465/wisman dan 4 juta wisman muslim pada 2020 dengan pengeluaran senilai US$1.509/wisman.
Anang menuturkan sejak masa pengembangan wisata halal, Kemenparekraf seringkali mendapat kesulitan berupa penolakan masyarakat setempat.
Ini karena masih banyak masyarakat yang terpaku pada istilah dan mengaitkan wisata halal dengan keyakinan tertentu.
Padahal, yang dimaksud dengan halal tourism atau wisata ramah muslim adalah adanya extended services atau layanan tambahan di destinasi pariwisata.
“Sebetulnya, bicara soal wisata halal itu gak ada kaitannya dengan ajaran agama tertentu karena orientasinya betul-betul ke bisnis, ke market karena ada market growth yang sangat tinggi.”
Dalam hal ini dia mencontohkan seperti halnya di hotel. Jika menyangkut wisata halal, hotel tersebut harus menyediakan fasilitas yang memenuhi kebutuhan turis muslim mulai dari kemudahan akses beribadah hingga makanan halal.
“Jadi kalau soal hotel, hotel ya hotel seperti pada umumnya. Tetapi ketika bicara soal wisata halal/halal tourism, maka dia harus di extend service nya. Pelayanan harus ditambahkan karena ada moslem traveler, yang dia butuhkan adalah layanan tambahan seperti akses ibadahnya mudah contohnya penyediaan tempat wudhu di kamar, karena sering kali di hotel kita kesulitan wudhu, harus masuk bathup atau di wastafel. Nah layanan tambahan itu yang seperti itu saja.”
Sedangkan untuk makanan halal, agar wisman muslim yakin dengan kehalalan makanan tersebut, maka restoran penyedia atau hotel harus memiliki sertifikasi halal dari MUI atau BPJPH dibawah naungan Kemenag.
“Dalam waktu dekat akan ada badan nasional ekonomi syariah atau BINES yang langsung dibawah Presiden. Insha Allah akan segera terbit. Jadi itu yang akan menjembatani atau mengatur kewenangan siapa yang akan beri sertifikasi halal, apakah MUI atau BPJPH.”