Bisnis.com, JAKARTA – Posisi Sri Mulyani Indrawati yang akan tetap dipertahankan sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet Joko Widodo Jilid II mendapat dukungan positif dari ekonom.
Ekonom senior Indef Enny Sri Hartati menilai Sri Mulyani Indrawati, yang dikenal dengan inisial SMI, akan lebih cocok mengisi jabatan tersebut daripada pos kementerian lain di bidang ekonomi.
“Pilihannya daripada di Kementerian Koordinator Perekonomian, lebih baik di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ini memberikan kepastian kepada publik dan pelaku usaha bahwa Kemenkeu benar-benar dipimpin oleh seorang profesional dan kompeten, serta bukan yang terafiliasi dengan partai politik,” katanya dalam diskusi VISI bertajuk “Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II” yang digelar di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2019).
Selain alasan itu, Enny menuturkan SMI telah terbukti memiliki kemampuan yang teruji. Pasalnya, selain pengalaman menjadi Menteri Keuangan (Menkeu) pada Kabinet Kerja periode 2014 – 2019, SMI juga pernah menjabat posisi yang sama pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jilid I.
“Memang banyak orang-orang kampus atau eselon I di Kemenkeu yang punya kompetensi, tapi apakah mereka bisa diterima oleh partai-partai pendukung serta bisa cukup percaya diri 'menjinakkan' partai yang punya konflik kepentingan? Saya yakin Bu SMI lebih dari mampu dan sudah terbukti dalam 5 tahun ini,” paparnya.
Lebih lanjut, SMI juga dianggap telah memahami faktor-faktor penghambat efektivitas program pemerintah selama ini sehingga diharapkan bisa langsung berlari kencang dalam mendukung visi Jokowi.
Baca Juga
“Kebijakan-kebijakan selama 5 tahun ini sudah langsung terpetakan di mana yang belum optimal atau kurang efektif, sehingga bisa langsung eksekusi yang lebih konkrit untuk melakukan pembenahan,” lanjut Enny.
Dari sisi capaian, Sri Mulyani dinilai telah mampu menaikkan transparansi budget. Hal ini tampak dari kenaikan rating indeks daya saing Indonesia ke peringkat 23 dari sebelumnya di peringkat 40-an.
Tetapi, dia masih punya pekerjaan rumah yang perlu dibereskan yakni manajemen fiskal yang tidak hanya sekadar menjaga stabilitas tapi menjadi stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ini menjadi masalah besar selama ini, bagaimana setiap anggaran yang didistribusikan oleh Kemenkeu itu tidak hanya sekadar dapat penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tapi yang paling esensial adalah bagaimana peran belanja pemerintah itu, baik APBN maupun APBD, bisa efektif berkontribusi pada percepatan kinerja ekonomi,” sambung Enny.
Lebih lanjut, Presiden Joko Widodo didorong untuk memilih dan menempatkan para profesional di pos menteri-menteri bidang perekonomian agar sinergi program dapat berjalan lebih mudah. Alasannya, berkaca pada pengalaman lima tahun pertama pemerintahan Jokowi, koordinasi antar kementerian dipandang masih kurang sinergis.
Terkait kemungkinan Airlangga Hartarto--yang menjabat sebagai Menteri Perindustrian pada 2014-2019--diangkat kembali sebagai Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, juga dipandang baik. Hanya saja, Enny menekankan agar Jokowi bertindak tegas untuk melarang rangkap jabatan bagi politisi yang diberi amanat sebagai menteri.
“Secara kompetensi, kita tidak ragukan lagi leadership Pak Airlangga, sudah terbukti pada Kabinet Kerja Jilid I. Tapi Pak Jokowi harus berkomitmen untuk mencegah adanya rangkap jabatan di level menteri supaya bebas dari kepentingan termasuk menghilangkan ego sektoral. Intinya, kita tidak keberatan Pak Airlangga jadi Menko Perekonomian, tapi jangan jadi ketua partai,” paparnya.