Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memproyeksikan pengelolaan keuangan negara masih akan dihadapkan oleh beberapa permasalahan pada 2020.
Hal ini diungkapkan oleh pemerintah dalam Peraturan Presiden No. 61/2019 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2020 yang dikutip Bisnis.com pada Selasa (22/10/2019).
Dari sisi penerimaan negara, masih terdapat beberapa permasalahan seperti belum pulihnya perekonomian global dan domestik yang masih diproyeksikan stagnan, kecenderungan turunnya harga komoditas sumber daya alam, hingga rendahnya tingkat kepatuhan dan kesadaran pajak.
Lebih lanjut, cakupan basis pajak juga dipandang masih rendah. Pemanfaatan data yang diperoleh baik dari perbankan domestik ataupun AEoI juga masih belum optimal.
Hal ini masih ditambah lagi dengan belum optimalnya pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan serta pengelolaan aset negara dan layanan publik.
Akibat permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah menilai hal ini mengakibatkan timbulnya keterbatasan ruang fiskal untuk membiayai pembangunan.
Dalam aspek belanja negara, pemerintah menilai belanja negara masih belum efektif dalam mencapai sasaran pembanguan dan tingginya beban mandatory pending juga membatasi ruang gerak fiskal.
Merujuk pada RKP 2020, pemerintah pada tahun depan menargetkan rasio penerimaan pajak mencapai 10,57% hingga 11,18%.
Selanjutnya, pemerintah juga menargetkan peningkatan kualitas belanja negara dengan meningkatkan belanja modal menjadi 1,43% hingga 1,58% pada 2020 dari 1,18% pada 2019 serta menekan subsidi energi dari 0,99% dari PDB pada 2019 menjadi 0,82% hingga 0,83% pada 2020.
Keseimbangan primer juga ditargetkan berada pada angka surplus yakni sebesar 0% hingga 0,23% dari PDB, lebih baik dari keseimbangan primer pada 2019 yang diproyeksikan mengalami defisit sebesar 0,13% dari PDB.
Dari sisi pembiayaan, defisit anggaran ditargetkan kembali ditekan dari 1,84% dari PDB pada 2019 menjadi tinggal 1,75% hingga 1,52% dari PDB pada 2020.