Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Hadapan 100 Ekonom, JK Cerita Pengalaman Emil Salim Tangani Utang Era 1966

Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Emil Salim, kini berusia 89 tahun, merupakan salah satu ekonom senior Indonesia yang memiliki terobosan ekonomi.
Ekonom senior Emil Salim/Antara
Ekonom senior Emil Salim/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai Emil Salim, kini berusia 89 tahun, merupakan salah satu ekonom senior Indonesia yang memiliki terobosan ekonomi.

Pada acara dialog dengan 100 ekonom di Jakarta pada Kamis (17/10/2019), JK menceritakan pengalamannya bertemu dengan ekonom senior Emil Salim untuk pertama kali pada 54 tahun lalu.

Kala itu, JK merupakan Ketua Senat Mahasiswa di Universitas Hasanuddin Makassar. Sementara Emil Salim menjadi Tim Ekonomi Penasihat Presiden.

Pada 1966 itu, Indonesia tengah berupaya menyelesaikan gejolak politik dan ekonomi. Pembangunan infrastuktur raksasa yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada waktu itu dengan menggunakan dana utang menyeret Indonesia kepada inflasi sangat dalam.

Tercatat pada 1966 Indonesia mengalami inflasi hingga 635%. Untuk mengatasi itu, pemerintah melakukan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan nilai uang. Namun, karena kurangnya sosialisasi, harga barang menjadi tidak terkendali karena informasi simpang siur. 

JK menyampaikan Emil Salim dan para ekonom yang berada di pemerintahan menemui negara donor untuk menyelesaikan masalah itu dengan janji membayar jika ekonomi pulih Indonesia kembali memperoleh kepercayaan internasional.

"Saya tanya, Bapak baru pulang dari IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia), bagaimana hasilnya? [Pak Emil jawab] Itu gampang, kita tinggal bilang tidak bisa bayar, mau apa itu orang-orang [donor]. Kita bilang kalau sudah sanggup kita bayar. Artinya itulah cara mengatur bangsa, ada yang susah, ada yang gampang," papar JK menirukan jawaban Emil.

Lebih lanjut JK menyampaikan saat ini di dunia ekonomi Indonesia berada di level menengah. Beban utang yang ditanggung pemerintah Indonesia walau secara angka terus membesar, tetapi dibandingkan dengan produk domestik bruto juga dalam batas wajar yakni di bawah 30%.

"Jadi, memang kalau berutang banyak yang susah bukan si penerima utang, yang susah pemberi utang. Bukan bermaksud mengajarkan orang berutang tidak bayar, tidak. Tapi, kalau sulit ya bagaimana," papar JK.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper