Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingginya Realisasi Penerbitan SBN Belum Indikasikan Pelebaran Defisit

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan pinjaman luar negeri memiliki dua fungsi lain dan hal ini menjadi landasan mengapa pemerintah masih menarik pinjaman luar negeri meski saat ini pemerintah terus memprioritaskan SBN.
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan mencari informasi tentang obligasi di Jakarta, Rabu (17/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi pembiayaan utang melalui Surat Berharga Negara (SBN) yang sudah mencapai 90% dari target dan rencana penarikan pinjaman luar negeri lebih dari target tidak serta merta menandakan bahwa defisit APBN akan melebar.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan pinjaman luar negeri memiliki dua fungsi lain dan hal ini menjadi landasan mengapa pemerintah masih menarik pinjaman luar negeri meski saat ini pemerintah terus memprioritaskan SBN.

Pertama, penarikan pinjaman luar negeri dapat berfungsi untuk menambah surplus neraca modal di tengah kondisi neraca transaksi berjalan yang saat ini mengalami defisit sebesar 3% dari PDB.

Kedua, pinjaman luar negeri juga dapat berfungsi untuk menjaga hubungan dengan menciptakan rujukan bagi pasar pinjaman luar negeri.

Terkait dengan defisit, Piter menilai perlu dipastikan terlebih dahulu seberapa besar selisih antara target dan realisasi penerimaan pajak.

"Defisit dapat diyakini melebar berdasarkan proyeksi besarnya shortfall atau tidak tercapainya penerimaan pajak," ujarnya, Minggu (13/10/2019).

Apabila penerimaan pajak dan defisit APBN memang diproyeksikan melebar, maka pemerintah berpotensi untuk menarik utang lebih banyak baik melalui SBN maupun utang luar negeri.

"Kesimpulannya utang pemerintah pasti akan mengambil dua bentuk, utang luar negeri dan domestik. Prioritas utang domestik melalui SBN tetapi di sisi lain pemerintah akan tetap melakukan utang luar negeri," ujarnya.

Untuk diketahui, data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 9 Oktober 2019 menunjukkan bahwa penarikan utang melalui SBN secara bruto sudah mencapai Rp759,22 triliun atau 90,19% dari target sebesar Rp841,78 triliun.

Secara neto, penarikan utang melalui SBN telah mencapai Rp354,63 triliun atau 92,88% dari target yang mencapai Rp381,83 triliun.

Pinjaman luar negeri dalam bentuk tunai diproyeksikan meningkat dari target sebesar Rp30 triliun menjadi Rp44,16 triliun atau 147,2% dari target.

Laporan semester I APBN 2019 menuliskan bahwa pemerintah telah menjajaki potensi penarikan pinjaman tunai sebesar US$1 miliar hingga US$2 miliar yang rencananya akan ditarik pada kuartal IV/2019. Pinjaman tersebut berfungsi sebagai buffer untuk pembiayaan.

Sebelumnya, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir mengungkapkan bahwa penarikan pinjaman luar negeri tunai tersebut berpotensi ditunda apabila penerimaan mulai membaik dan tidak ada lagi pelebaran defisit. Saat ini, defisit APBN diproyeksikan mencapai 1,93% dari PDB.

Penarikan utang pada sisa tahun 2019 bakal sangat bergantung pada biaya dan risiko yang perlu ditanggung pemerintah dari penarikan kedua jenis utang tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper