Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persaingan dengan OTA Makin Ketat, Bagaimana Nasib Pebisnis Agen Perjalanan di Indonesia?

Geliat industri jasa perjalanan wisata di Indonesia diperkirakan mengalami penurunan, kendati jumlah travel agent baru terus bertambah tiap tahunnya.
Pengunjung memesan tiket di agen perjalanan pada Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2017 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3). GATF 2017 yang diselenggarakan 10-12 Maret 2017 tersebut menargetkan total penjualan sebesar Rp28 miliar dengan target pengunjung sebanyak 30.000 orang. ANTARA FOTO/Moch Asim
Pengunjung memesan tiket di agen perjalanan pada Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2017 di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/3). GATF 2017 yang diselenggarakan 10-12 Maret 2017 tersebut menargetkan total penjualan sebesar Rp28 miliar dengan target pengunjung sebanyak 30.000 orang. ANTARA FOTO/Moch Asim

Bisnis.com, JAKARTA — Geliat industri jasa perjalanan wisata di Indonesia diperkirakan mengalami penurunan, kendati jumlah travel agent baru terus bertambah tiap tahunnya.

Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Rusmiati mengatakan pada 2020, pelaku usaha bisnis agen perjalanan wisata akan bertambah 10% dari jumlah saat ini yang mencapai 7.000 pelaku usaha.

Rusmiati mengatakan selama ini persaingan antarpelaku usaha cukup sehat. Bahkan, sesama anggota Asita saling membantu satu sama lainnya.

“Karena kan masing-masing punya target pasar sendiri, [baik] yang di Jakarta, [maupun] yang di daerah. Kalau ada wisman yang ingin ke Bandung ya kami serahkan ke anggota Asita yang ada di Bandung,” jelasnya kepada Bisnis.com.

Seiring dengan bertambahnya agen perjalanan pariwisata, Rusmiati tak menampik celah penipuan-penipuan berkedok travel agent pun bermunculan. Selama ini, imbuhnya, memang masih ada penipuan-penipuan berkedok open trip yang dilakukan oleh pelaku jasa travel agent.

Dengan demikian, konsumen diimbau untuk mencermati latar belakang dari pelaku jasa agen perjalanan wisata yang akan digunakan. Di sisi lain, masuk akalnya harga yang dibanderol juga bisa menunjukkan benar tidaknya suatu agen perjalanan pariwisata. 

“Belajar dari kasus First Travel, dari situ konsumen harus melek. Biasanya kalau penipuan itu dia jual harganya sangat miring, tidak wajar, nah itu harus dicurigai. Selain itu, konsumen juga bisa tanya ke Asita, apakah agen travel itu termasuk anggotanya apa tidak,” katanya.

Terkait dengan banyaknya online travel agent (OTA), dia mengakui memang hal tersebut berdampak pada pendapatan anggotanya. Namun, dia meyakini masih ada konsumen yang menggunakan jasa agen perjalanan konvesional seperti konsumen di daerah terpencil.

Pasalnya, jaringan internet yang belum cukup stabil membuat konsumen susah menggunakan OTA. Kendati pun demikian, dalam waktu dekat Asita juga akan meluncurkan layanan online yang bisa diakses oleh konsumen.

“Kan kami juga harus ikuti kemauan pasar. Sebagai ketua Asita saya akan siapkan layanan online, namanya Asita Go. Kami juga akan menggelar Asita Fair akhir Maret 2020 nanti.”

Berbeda dengan Asita, Asosiasi Perusahaan Penjual Tiket Penerbangan atau Astindo menilai industri agen perjalanan saat ini tengah terpuruk. Hal ini dikarenakan melesatnya penjualan tiket yang dilakukan oleh OTA di Indonesia.

Ketua Astindo Rudiana mengatakan saat ini banyak travel agent konvesional yang mulai berguguran. Dari 2018 ke 2019, setidaknya sudah ada 10%—20% agen perjalanan yang tidak beraktivitas dari total keseluruhan.

Dia menilai, meski ada yang mengklaim bisnis agen perjalanan akan terus bertambah, perlu dihitung juga berapa banyak dari mereka yang mengalami kerugian bahkan tutup.

“Istilahnya sih bukan mati, namanya masih ada tapi gak ada kegiatannya. Sebagian besar malah shifting jadi sub-agent. Gak bisa buka nama sendiri,” katanya.

Dia menilai sikap ‘pilih kasih’ pemerintah terhadap OTA menjadi pemicu gugurnya agen perjalanan khususnya yang agen perjalanan skala kecil. “OTA ini matikan banyak travel agent konvesional. Apalagi dapat panggung dari pemerintah.”

Sebab itu, dia meminta pemerintah juga menaruh perhatian terhadap industri jasa perjalanan pariwisata yang sudah ada sebelum masuknya OTA di Indonesia.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper