Bisnis.com, JAKARTA – Program restrukturisasi mesin di industri tekstil dan produk tekstil dinilai lebih tepat diarahkan kepada sektor antara, khususnya untuk peremajaan sarana pencelupan, penyempurnaan tekstil dan printing.
Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengatakan tahapan tersebut menjadi titik lemah di sektor antara tekstil dan produk tekstil (TPT).
"Kelemahan di mata rantai industri ini adalah dyeing [pencelupan], finishing [penyempurnaan], printing. Jadi, fokus ke dyeing finishing printing," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (24/9/2019).
Program restrukturisasi pemerintah, sambung Ade, memungkinkan pelaku usaha untuk meremajakan mesinnya sehingga lebih efisien dan produktif.
Di samping itu, dia menilai dengan program itu kian banyak pelaku industri inovatif dan usaha kecil dan menengah yang tergerak untuk meningkatkan daya saing produksinya.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta juga mengakui bahwa program itu memang dibutuhkan oleh pelaku usaha di sektor antara.
Baca Juga
"Sudah sangat tepat jika diprioritaskan di sektor antara, terutama sektor dyeing, printing, finishing," ujarnya.
Redma menjelaskan proses produksi TPT di sektor antara dimulai dengan tahapan pemintalan atau spinning yang memroduksi benang. Benang itu, jelasnya, pada tahap selanjutnya ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) untuk menjadi kain.
Pada tahap terakhir di sektor antara, tambah Redma, baik kain tenun maupun kain rajut akan akan diproses menjadi kain jadi melalui dyeing, printing, finishing. "Jadi, kain mentah ada yang dicelup (dyeing), ada yang di-printing, setelah itu di-finishing."
Lebih lanjut, Redma mengatakan implementasi program restrukturisasi akan meningkatkan kinerja sektor antara. Pada akhirnya, jelas dia, hal itu akan berdampak pada sektor hulu TPT.
Dia meyakini potensi peningkatan permintaan produk bahan baku dari sektor hulu bakal terbuka. "Kalau sektor antaranya sehat, ke hulunya juga akan menarik demand," kata Redma.
Kendati begitu, Redma berharap pagu anggaran program tersebut terus ditingkatkan pemerintah. Semakin besar dukungan pemerintah melalui program itu, sebut dia, semakin tinggi juga aliran investasi baru untuk peremajaan alat produksi.
Dia menjelaskan program ini sudah dimulai sejak 2007 hingga 2016 dengan pagu anggaran mencapai Rp300 miliar. "Kalau Rp25 miliar hanya akan mendorong investasi sekitar Rp250 miliar, sehingga pengaruhnya sangat kecil untuk menggerakkan sektor antara. Kalau sampai Rp300 miliar, kan bisa dorong investasi sampai Rp3 triliun," ujarnya.