Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pariwisata meminta agar penetapan status bencana oleh lembaga terkait dilakukan secara hati-hati agar tidak berdampak negatif kepada sektor pariwisata di Tanah Air.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, penetapan status bencana sudah seharusnya hanya diberikan kepada wilayah yang terkena dampak bencana saja bukan disamaratakan ke wilayah yang lebih luas seperti provinsi atau negara.
Menurut Arief, salah satu contoh penetapan status bencana yang disamaratakan dan berdampak negatif adalah penetapan status bencana meletusnya Gunung Agung di Karangasem, Bali. Kala itu, status bencana ditetapkan di seluruh wilayah di Bali.
"Hati-hati dalam penetapan status bencana dan daerahnya, jangan disamaratakan. Misalnya, status bencana di Bali, seharusnya ditetapkan statusnya di Gunung Agung, atau 10 km dari Gunung Agung," katanya di sela-sela Sosialisasi Manajemen Krisis Kepariwisataan, Senin (9/9/2019).
Arief menjelaskan, penetapan status bencana yang terdiri dari beberapa tingkatan selama ini dianggap sebagai kondisi darurat oleh masyarakat awam.
"Seperti halnya level status gunung api, tidak semua tingkatan berarti kondisi darurat. Status [gunung api] misalnya, waspada, siaga, awas itu tak semuanya berarti darurat. Tetapi masyarakat awam ngertinya itu darurat," katanya.
Arief menambahkan, akibat penetapan status bencana tersebut sejumlah negara ramai-ramai memberikan larangan berkunjung (travel warning), antara lain China, Australia, AS, Inggris, Singapura, dan Malaysia.
Terkait dengan pemberian larangan berkunjung, Arief mengisahkan, dirinya sempat bertemu dengan Konsul Jenderal Tiongkok di Bali dan meminta agar larangan berkunjung tersebut dicabut. Namun, permintaan tersebut mendapatkan penolakan lantaran Pemerintah Indonesia masih menetapkan Bali dalam kondisi tanggap darurat.
"Langsung skakmat saya. Padahal yang terdampak itu hanya di sekitar Gunung Agung saja, [wilayah] Bali lainnya aman. Saat ini, Gunung Agung pun masih batuk-batuk atau erupsi, tetapi Bali masih aman kan?" ujarnya.
Arief menjelaskan, sektor pariwisata Bali sempat terpukul akibat bencana meletusnya Gunung Agung pada September 2017. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) anjlok hingga 1 juta kunjungan. Selain itu, Kemenpar juga mencatat potensi kehilangan devisa dari kunjungan wisman secara nasional sebesar US$1,2 miliar akibat bencana tersebut.
Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenpar Guntur Sakti mengaku, sejak bencana meletusnya Gunung Agung pada 2017 yang diikuti rentetan bencana alam hingga 2018 lalu, pariwisata Indonesia memang terus mengalami pukulan berat.
"Bencana tidak bisa dielak, tapi mitigasi harus dilakukan. Di sektor pariwisata upaya kami lebih banyak ke proses mitigasi dan relasi publik. Kita membangun kepercayaan agar dunia internasional cepat pulih kepercayaannya terhadap Indonesia," katanya.