Bisnis.com, JAKARTA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus mengembangkan alat pembuat cuka kayu sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Raffles B. Panjaitan mengatakan alat pembuatan cuka kayu yang belum dinamai itu ditemukan Manggala Agni Provinsi Kalimantan Barat.
Cuka kayu adalah produk cair yang tidak melalui proses destilasi (penyulingan) atau kondensasi (pengembunan) asap sisa proses pembuatan arang seperti dari kayu, bambu, dan tempurung kelapa. Cuka kayu disebut juga asap cair atau asam pyroligneous.
Dengan adanya cuka kayu, masyarakat tidak perlu membuka lahan dengan cara membakar. Cukup menjadikan cuka kayu sebagai pupuk, tanaman yang dihasilkan diyakini akan tumbuh dengan baik.
Raffles menjabarkan cuka kayu memiliki banyak manfaat bagi tumbuhan seperti merangsang pertumbuhan dan menambah kadar gula pada buah, menjadikan akar dan daun semakin kuat, serta memperkaya kesuburan tanah dengan mengatur nutrisi dan populasi mikrobiologi.
Selain itu, cuka kayu juga bekerja sebagai penambah rasa untuk produk turunan pertanian, menghambat virus, bakteri, dan jamur, tanaman lebih tahan penyakit bila dicampur dalam konsentrasi tinggi, meningkatkan kualitas mikroba baik, mengusir serangga dari tanaman, meningkatkan fotosintesis pada daun, dan mengurangi hingga 50 persen pupuk yang dibutuhkan.
Penggunaan cuka kayu ini, kata dia, sudah dipraktikkan di Kalimantan, Riau, dan Jambi. "Hasil jagung kopi jagung nanas tumbuhnya bagus. Akan ada panen [dalam waktu dekat] di Pontianak," sebut Raffles kepada Bisnis, Senin (2/8/2019).
Dalam pembuatan alat penyulingan ini, bahan-bahannya terbilang sederhana. Semua bisa didapat dari barang yang sudah tidak terpakai seperti drum besi kapasitas 200 liter, tabung freon AC, bambu, pipa besi, selang, dan alat penampung berupa ember.
Dalam sekali produksi, alat tersebut, kata Raffles, menghasilkan 20 liter cuka kayu. "Itu dengan bahan baku kayu yang dibakar atau diuapkan sebanyak satu pick-up mobil," jelasnya.
Adapun KLHK mencatat luas total area indikatif kebakaran hutan per Juli 2019 mencapai 135.747 ha. Terdiri dari 104.746 lahan mineral dan 31.002 lahan gambut. Dipastikan 99 persen karhutla disebabkan faktor manusia, baik itu kesengajaan maupun kelalaian.
Sebanyak 3 perusahaan dan 1 perorangan telah ditetapkan sebagai tersangka karhutla. Sementara 27 lahan konsesi dilakukan penyegelan.