Bisnis.com, JAKARTA–Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menilai tingginya sumbansih emas terhadap inflasi pada Agustus 2019 yang mencapai 0,05% didorong oleh dua faktor.
Pertama, ada kemungkinan dimana masyarakat kelas menengah ke atas yang mulai beralih ke emas dalam rangka mengamankan hartanya di tengah kondisi global yang cenderung tidak menentu.
Meski demikian, kenaikan harga emas tidak terlalu berdampak kepada masyarakat secara keseluruhan karena komoditas tersebut hanya dimanfaatkan oleh mereka yang berpunya serta memiliki kesadaran berinvestasi dan mengamankan asetnya.
"Kalau mereka merasa kondisinya kurang kondusif apalagi di luar ada perang dagang maka mereka mencari investasi yang aman salah satunya emas," ujar Faisal, Senin (2/9/2019).
Penyebab kedua yang menurutnya lebih potensial adalah faktor musiman yakni kencenderungan masyarakat untuk menjual emas pada saat musim haji dan membelinya kembali setelah musim haji berakhir.
Skenario ini menurutnya merupakan pendorong yang lebih dominan atas kenaikan harga emas dibandingkan dengan faktor global yang disebutkan di awal.
Hingga akhir 2019, pemerintah masih perlu mengantisipasi kekeringan dimana nantinya masih berpotensi mendorong tingkat inflasi di kategori volatile food.
Meski demikian, Faisal berargumen bahwa pemerintah lebih perlu mengantisipasi tahun 2020 dimana pemerintah berencana untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan sekaligus memangkas subsidi BBM dari Rp2.000 per liter menjadi tinggal Rp1.000 liter.
Perlu dicatat bahwa untuk subsidi BBM masih berproses di DPR RI dan Komisi VII sendiri mengusulkan untuk mematok subsidi BBM di angka Rp1.500 per liter
Selain itu, rendahnya pasokan pangan pada kuartal I/2020 menjelang panen raya juga perlu diantisipasi oleh pemerintah.
Pemerintah perlu melaksanakan impor bahan pangan secara tepat waktu agar tidak terjadi keterlambatan impor dimana harga terlanjur meningkat ketika impor dilaksanakan ataupun sebaliknya, yakni mengimpor terlalu dini sehingga menimbulkan kelebihan stok pangan.