Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan aturan baru mengenai tata cara reimbursement PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) kepada kontraktor dalam kegiatan usaha hulu migas.
Ketentuan terbaru tersebut diatur melalui PMK No.119/2019 yang merupakan revisi atas PMK No. 218/2014 dan PMK No. 158/2019.
Peraturan baru mengenai reimbursement PPN atau PPN dan PPnBM ini dibuat karena batasan bagian negara yang dapat digunakan untuk penyelesaian reimbursement PPN atau PPN dan PPnBM atas perolehan BKP dan JKP kepada kontraktor dirasa perlu untuk diatur kembali.
Selain itu, aturan yang lama masih belum mengakomodir keberadaan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang saat ini memiliki hak dan kewajiban serta menanggung akibat dari perjanjian kontrak kerja sama bagi hasil migas dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
Perubahan yang signifikan tampak pada Pasal 3 dari PMK No. 119/2019 di mana pengaturan mengenai hak kontraktor untuk memperoleh reimbursement PPN atau PPN dan PPnBM disesuikan dengan kontrak kerja sama apabila memang diatur berbeda dari aturan yang ada.
Apabila merujuk pada PMK terbaru, jumlah permintaan reimbursement pada hakikatnya diatur tidak boleh melebihi jumlah bagian negara yang telah disetorkan oleh kontraktor.
Adapun yang dimaksud dengan bagian negara adalah setoran first tranche petroleum (FTP) dan/atau equity to be split sebagaimana diatur dalam kontrak kerja sama.
FTP adalah sejumlah minyak mentah atau gas bumi tertentu yang diproduksi dalam satu tahun kalender yang dapat diambil SKK Migas atau BPMA sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi.
Lebih lanjut, equity to be split adalah hasil produksi yang tersedia untuk dibagi antara SKK Migas atau BPMA dengan kontraktor setelah dikurangi FTP, insentif investasi, dan pengembalian biaya operasi.