Bisnis.com, JAKARTA -- Ketidakpastian global yang memberi imbas pada peningkatan defisit transaksi berjalan dikhawatirkan menjadi penghambat target ekonomi Indonesia sampai 2024.
Berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, perang dagang dan pelemahan harga komoditas ekspor Indonesia menjadi penghambat ekonomi Indonesia. Selain itu, perlambatan ekonomi China dan tekanan normalisasi kebijakan moneter beralih dari AS ke kawasan Eropa.
Kondisi ini membuat industri pengolahan yang diproyeksikan menjadi andalan ekspor Indonesia menerima imbas. RPJMN 2020-2024 telah memprakirakan dengan tidak berkembangnya industri pengolahan sebagai alternatif ekspor akan memberi defisit pada kinerja perdagangan internasional Indonesia.
"Hingga saat ini, ekspor Indonesia masih didominasi oleh ekspor komoditas dengan jasa transportasi asing, tidak berbeda dengan periode 40 tahun yang lalu," tulisnya dikutip Bisnis.com, Selasa (27/8/2019).
Rasio ekspor terhadap PDB juga terus menurun dari 41,0% pada 2000 dan menjadi 21% pada 2018. Tak heran jika defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) mencapai 3% dari PDB pada kuartal II/2019.
"Di tengah kondisi keuangan global yang ketat, peningkatan defisit transaksi berjalan menjadi penghambat bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat," tulisnya lagi.
Sementara itu, asumsi makro pembangunan menurut RPJMN 2020-2024, pertumbuhan ekonomi diharapkan sekitar 5,4% sampai 6,0%. Adapun kunci mencapai target adalah transformasi struktural melalui revitalisasi industri pengolahan, modernisasi pertanian, hilirisasi pertambangan, pembangunan infrastruktur, dan transformasi sektor jasa.
Dalam 5 tahun ke depan, melalui RPJMN 2020-2024, pemerintah ambisius menurunkan defisit transaksi berjalan pada kisaran 1,3% sampai 2%. Selain itu target cadangan devisa juga dipatok US$184,8 miliar pada 2024.
Langkah yang akan ditempuh antara lain; menargetkan ekspor barang maupun jasa tumbuh rata-rata 6,21% sampai 7,67% per tahun. Peningkatan ekspor barang didukung revitalisasi industri pengolahan, diversifikasi produk ekspor non komoditas, dan mengurangi ketergantungan impor.
Peningkatan juga akan didorong oleh peningkatan ekspor jasa, utamanya jasa perjalanan dalam ruang lingkup sektor pariwisata.
Sementara itu, untuk impor barang dan jasa, ditargetkan tumbuh 6,42% sampai 7,42% per tahun. Pertumbuhan impor ini didorong oleh peningkatan permintaan domestik.