Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan safeguard diyakini bakal membantu industri kecil dan menengah (IKM) tekstil dan produk tekstil dalam menaikkan kapasitas produksi demi mengantisipasi lonjakan permintaan nasional pada 2023.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan hampir seluruh permintaan garmen di dalam negeri dipenuhi oleh IKM garmen. Adapun, jumlah pelaku IKM di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berkontribusi sebesar 60% dari total pelaku industri TPT.
Wakil Sekretaris API Jawa Barat Rizal Tanzil mengatakan pemberlakuan safeguard terhadap produk TPT impor akan membantu kapasitas produksi IKM berkembang setidaknya hingga 2022. API akan mengajukan safeguard kepada produk hulu—hilir TPT dengan rentang penambahan bea masuk 2,5%-18%.
“Minimal, [safeguard] ini menjadi efek bola salju. Ketika industri besarnya terproteksi, mereka bisa produksi garmen dan kain dan dipakai oleh IKM. Otomatis IKM akan tumbuh secara sendirinya karena permintaan naik,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (22/8/2019).
Rizal mengatakan produk garmen impor kini membuat pangsa IKM garmen tergerus. API mencatat volume impor industri TPT terus naik sejak 2016 dengan kenaikan tertinggi pada tahun lalu sebesar 13,86% menjadi US$10,02 miliar. Kenaikan impor tersebut membuat neraca dagang TPT tergerus 14,2% menjadi US$3,2 miliar.
Menurutnya, produk kain dan garmen impor memiliki tarif yang lebih rendah hingga 50% dari produk lokal. Walaupun proteksi yang diajukan lebih kecil, hal tersebut dapat membuat produk IKM garmen dan produk impor bersaing di level yang sama.
Rizal mengatakan proteksi tersebut cukup membantu lantaran tarif bahan baku di dalam negeri sudah tidak kompetitif dengan negara lain seperti tarif listrik, upah minimum, dan jam kerja.
“Dari sisi begitu saja kami sudah kalah daya saingnya, bagaimana mungkin bisa menghasilkan [produk] berdaya saing.”