Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berencana menggelontorkan penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN sebesar Rp1 triliun dalam rangka penguatan neraca transaksi berjalan.
Merujuk pada Nota Keuangan RAPBN 2020, tren current account deficit (CAD) terus meningkat akibat impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor.
Per kuartal II/2019, CAD mencapai US$8,4 miliar atau 3% dari PDB.
Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan impor migas yang dibarengi dengan penurunan kinerja ekspor nonmigas yang disebabkan oleh perlambatan ekonomi global dan tertekannya harga komoditas.
Hal ini juga ditambah lagi dengan pembayaran bunga utang luar negeri baik oleh pemerintah dan swasta serta adanya repatriasi dividen.
Banyaknya perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia dibandingkan dengan perusahaan Indonesia yang beroperasi di luar negeri juga turut mendorong pelebaran CAD.
Oleh karena itu, pemerintah merasa perlu untuk meningkatkan ekspor nasional sembari menekan impor migas.
Dari sisi kebijakan, terobosan yang bisa dilakukan adalah melalui merger dan akuisisi (M&A) perusahaan minyak luar negeri baik lokal maupun multinasional.
Dua model M&A yang diajukan antara lain dengan mengakuisisi secara mayoritas perusahaan minyak multinasional yang sehat.
Kedua, akusisi bisa dilakukan atas perusahaan minyak yang kurang sehat secara finansial tetapi masih memiliki cadangan minyak yang cukup banyak.
Terkait dengan strategi investasinya, masih terdapat empat opsi yakni menugaskan PT Pertamina (Persero), Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), membentuk special mission vehicles (SMV) baru, atau membentuk badan layanan umum (BLU) baru dalam rangka mengakuisisi perusahaan minyak di luar negeri.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan bahwa pemerintah masih terus mengkaji kebijakan tersebut. Dirinya juga masih belum dapat mengutarakan siapa calon yang paling potensial dari penugasan tersebut.
"Intinya dibawa ke yang lebih baik, targetnya memperbaiki neraca dagang," ujarnya singkat, Senin (19/8/2019).