Bisnis.com, JAKARTA–Strategi front loading dalam penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) masih belum tentu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan tahun depan.
Dalam pembacaan Nota Keuangan RAPBN 2020 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan mengungkapkan apakah strategi front loading akan kembali dipakai tahun depan.
Hari ini, Senin (19/8/2019), Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Luky Alfirman juga menyatakan bahwa pihaknya masih belum dapat memastikan karena pemerintah masih belum mengetahui kondisi untuk tahun depan.
"2020 proyeksinya masih akan sangat volatil sehingga akan kita lihat situasinya seperti apa," ujarnya.
Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2020, pemerintah berencana menarik utang melalui SBN sebesar Rp389,32 triliun (neto), naik 2% dibandingkan dengan outlook 2019 yang sebesar Rp381,83 triliun.
Adapun strategi pemerintah pada 2020 antara lain melakukan pengembangan pasar perdana SBN melalui optimalisasi penerbitan di pasar domestik, melakukan pengembangan pasar sekunder SBN, melakukan pengembangan dan perluasan basis investor melalui diversifikasi instrumen SBN, mengembangkan instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), dan memprioritaskan penerbitan SBN valas dalam hard currency secara terukur dan sebagai pelengkap untuk menghindari crowding out di pasar domestik.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, pemerintah pada 2018 sudah memastikan sejak Agustus bahwa untuk 2019 strategi front loading bakal diterapkan.
Waktu itu, Luky mengungkapkan bahwa melalui front loading pemerintah dapat mengantisipasi ketidakpastian pada akhir tahun akan imbal hasil yang tinggi.