Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perluasan Ganjl Genap, Kenapa Kemenhub Sibuk Urus Taksi Online?

Kemenhub disebut seharusnya fokus ke kebijakan transportasi umum massal ketimbang mengurusi taksi daring terbebas ganjil genap.
Pengemudi taksi daring mengantarkan penumpang di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (15/11/2018)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Pengemudi taksi daring mengantarkan penumpang di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, Kamis (15/11/2018)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso

Bisnis.com, JAKARTA -- Keinginan Kementerian Perhubungan agar taksi daring dapat dikecualikan dari pembatasan kendaraan ganjil genap dikritisi. Kemenhub disebut seharusnya fokus ke kebijakan transportasi umum di Indonesia.

Pemerhati transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menuturkan kalau ada kebijakan mengecualikan taksi daring dapat membuat pemilik mobil nantinya ramai-ramai mendaftarkan diri menjadi taksi daring.

"Bisa jadi semua pemilik mobil nantinya mendaftarkan diri ikut taksi online, jadinya percuma daerah membuat program kebijakan transportasi. Semestinya Kemenhub sekarang lebih bijak memikirkan keberadaan transportasi umum seluruh Indonesia yang sudah kolaps," terangnya, kepada Bisnis.com, Senin (12/8/2019).

Menurutnya, sudah saatnya euforia taksi daring diakhiri, sebab kalau Kemenhub lebih cermat, lebih banyak yang menjadi korban karena ketidakjelasan program taksi daring ini. 

"Hingga saat ini, Kemenhub tidak tahu secara pasti berapa jumlah taksi online. Lantas bagaimana melakukan pembinaannya," katanya.

Sementara itu, lanjutnya, pihak aplikator tetap berjaya sebaga makelar transportasi dan pengemudi hanya menjadi 'perahan' dan 'tumbal' bagi kelanggengan industri teknologi finansial masing-masing aplikator.

Dia menilai pemerintah kurang menyadari hal ini dan melihat rakyat seolah dibuat senang secara semu. Adapun, terangnya, keterpurukan transportasi umum di daerah terjadi, akibat Kemenhub tidak peduli dan bekerja lambat. 

"Jadi mahal mengeluarkan ongkos transportasi yang kisaran 25 persen--35 persen dari pendapatan bulanannya. Sungguh tidak ideal, di negara lain rata-rata sudah di bawah 10 persen," ujarnya.

Kondisi ini katanya, berbanding terbalik dengan negara lain yang berlomba memperbaiki fasilitas umum sementara Indonesia membiarkan transportasi umum mati. Dia mengakui sudah ada upaya penataan, tetapi masih sangat lamban.

"Jalan baru sudah terbangun, jalan pararel perbatasan Kalimantan 1.900 km, jalan pantai selatan Jawa sudah lebih dari 500 km selesai, jalan Trans Papua, tetapi layanan transportasi umum tak kunjung diberikan. Bagaimana masyarakat setempat akan maju ekonominya, jika hanya prasarana yang dibangun tidak diikuti sarana transportasi umum," kritiknya.

Djoko meminta agar Kemenhub serius memerhatikan layanan transportasi umum di daerah, supaya pengeluaran masyarakat tidak besar hanya untuk mobilitas sehari-hari. 

Dengan begitu, negara juga diuntungkan melalui penghematan BBM, angka kecelakaan menurun, serta kemacetan lalu lintas di beberapa kota bisa terselesaikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper