Bisnis.com, JAKARTA – Keseriusan Group Astra mengembangkan bisnis di sektor infrastruktur diwujudkan dengan kehadiran PT Astra Tol Nusantara untuk menjalankan bisnis tol. Dari yang semula hanya memiliki satu aset yaitu ruas tol Tangerang—Merak, kini portofolio aset tol Astra terus berkembang hingga mencapai enam ruas. Untuk menggali lebih jauh mengenai perkembangan bisnis perusahaan, Bisnis.com berkesempatan mewawancarai CEO Toll Road Business Astra Infra Group, Krist Ade Sudiyono. Berikut petikannya:
Peluang bisnis jalan tol masih sangat menjanjikan?
Betul, fase development belum akan berhenti. Masih akan terus bertambah lagi. Pemerintah juga masih menawarkan proyek-proyek jalan tol baru. Ini memberi peluang para investor menanamkan investasinya di proyek-proyek greenfield yang baru.
Untuk aset-aset jalan tol yang sudah beroperasi [browfield], setelah fase development, akan memasuki ke fase konsolidasi. Pemilik konsesi jalan tol yang intensi awalnya hanya terlibat proses konstruksi, akan melakukan divestasi sebagai bagian dari strategi recycle atas portfolio investasinya. Ini memberi peluang terjadi transaksi akusisi peralihan kepemilikan saham di ruas-ruas jalan tol yang ada.
Yang terakhir adalah fase industri mature atau dewasa. Dalam fase ini, akan berkembang berbagai instrumen investasi dengan underlying aset jalan tol. Kalau para investor memiliki peluang bisnis, bukan hanya melalui direct investment di level proyek, melainkan juga bisa melalui pasar modal. Aksi korporasi seperti IPO, penerbitan bond, sekuritisasi aset, dan lain sebagainya, akan semakin berkembang.
Adakah target untuk menambah panjang tol dengan akuisisi atau membangun baru?
Secara umum, prinsip kami tetap terbuka dengan berbagai peluang bisnis jalan tol yang ada. Kami senantiasa aktif menganalisis berbagai peluang disesuaikan dengan strategi bisnis internal kami. Kalau memang peluangnya ada, dan setelah dianalisa memiliki kalkulasi bisnis yang menarik, bisa saja kami akan mengakuisisinya.
Mimpi kami adalah terus tumbuh mungkin bisa menambah panjang jalan tolnya menjadi 500 km. Mohon doa restunya, paralel dengan upaya meningkatkan kinerja semua aset yang sudah dimiliki. Mungkin tidak langsung tahun ini, karena kami juga baru akuisisi untuk ruas Surabaya—Mojokerto, dan masih fokus menyelesaikan pembangunan ruas Kunciran-Serpong. Bisa saja tahun depan, atau tahun berikutnya. Kami masih punya waktu, dan harapannya bisa didukung oleh pemegang saham untuk menambah portofolio aset di jalan tol.
Apa faktor yang menyebabkan perusahaan untuk mundur dari konsorsium tol Serpong—Balaraja?
Dalam perjalan bisnis jalan tol, kami selalu mengevaluasi berbagai asumsi-asumsi yang menjadi dasar pengambilan keputusan untuk masuk ke suatu portofolio investasi. Ini dilakukan untuk menguji validitas dan kesesuaian asumsi-asumsi bisnis tersebut dengan perkembangan bisnis yang ada.
Khusus untuk ruas tol Serpong—Balaraja, kami menganalisis ada asumsi-asumsi bisnis yang berubah. Oleh sebab itu, untuk sementara kami memutuskan keluar terlebih dahulu. Nanti bisa saja kami lihat kembali peluang di ruas tersebut.
Berapa besar kontribusi bisnis jalan tol kepada Goup Astra Group?
Saat ini kontribusi kami terbilang masih kecil terhadap Group Astra secara keseluruhan. Harapan kami ke depannya, Astra Infra sektor infrastruktur meski tidak menjadi yang terbesar, tetapi bisa menjadi significant contributor terhadap bukunya Astra Internasional baik dari sisi profitabilitas maupun nilai asetnya.
Apakah dukungan pemerintah terhadap swasta dalam pembangunan jalan tol dirasa sudah cukup optimal atau masih perlu peningkatan?
Di setiap kesempatan saya selalu mengatakan bahwa pemerintah tidak bisa berjalan sendiri untuk menyediakan infrastruktur publik di negeri ini. Harus ada keterlibatan semua unsur anak bangsa. Untuk menarik partisipasi peran swasta, pemerintah dituntut untuk memberikan lingkungan bisnis yang nyaman untuk menanamkan investasinya.
Apa yang sudah dimulai oleh kami kelompok Astra Infra di berbagai proyek investasi infrastruktur di Indonesia, diharapkan dapat menginspirasi kelompok pelaku usaha swasta lain agar tertarik untuk bersama sama membangun infrastruktur negeri.
Menurut saya, model KPBU yang ditawarkan pemerintah adalah solusi kolaborasi yang cocok untuk menyelesaikan permasalahan untuk membangun infrastruktur di negara yang sangat besar dan luas ini.