Bisnis.com, JAKARTA -- Hari ini, Bank Indonesia akan mengumumkan angka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II/2019, akankah surplus di tengah perang dagang yang belum selesai?
Head of Economic & Research UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menyatakan neraca pembayaran kuartal II ini berpeluang juga mengalami defisit.
Sekalipun Bank Indonesia (BI) memprediksi tetap surplus Enrico mencemaskan faktor eksternal yang masih menjadi hambatan terlihat dari realisasi neraca perdagangan semester I/2019 yang defisit.
"Kami memprediksi sekitar US$ 9 triliun defisit," katanya, Kamis (8/8/2019).
Selain akibat defisit neraca dagang, pada kuartal II/2019 ini secara musiman memang primary account balance defisit Indonesia akan lebih besar.
"Ini karena adanya dividen and external debt repayments," jelas Enrico.
Sebaliknya, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah mengatakan pihaknya masih optimistis NPI akan surplus.
"Ini didukung oleh aliran modal yag positif," pungkasnya.
Selain itu juga, kata Piter, transaksi berjalan masih defisit dengan neraca perdagangan yang sedikit membaik dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyatakan kondisi neraca perdagangan semester I/2019 yang mencatatkan defisit belum bisa disebut sebagai pertanda tahun ini defisit transaksi berjalan akan mengalami kenaikan.
Sebaliknya, menurut Dody jika berkaca dari kondisi neraca pembayaran Indoensia, tahun ini Indonesia masih bisa terhindar dari defisit.
“Keseimbangan itu tidak hanya dari defisit transaksi berjalan atau current account deficit. Tapi juga neraca pembayaran (NPI)," tegasnya.
Dody menilai defisit itu selalu ada di negara emerging, apalagi di tengah negara yang dari sisi ekspor terkendala harga komoditas.
"Ya maka sekarang manufaktur yang harus didorong,” ujar Dody.