Bisnis.com, JAKARTA Mendorong penerimaan standar Indonesia Palm Oil Sustainable (ISPO) di negara-negara konsumen yang telah menerapkan nilai keberlanjutan menjadi keniscayaan kala sawit produksi Indonesia menghadapi berbagai hambatan.
Pasalnya, dari segi popularitas misalnya, penerimaan ISPO masih kalah dibanding Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO).
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi Sidarta mengemukakan perubahaan penerimaan dan permintaan standar dari konsumen merupakan suatu hal yang tak bisa dihindari sisi hulu. Untuk memenuhi standar tersebut, Lakshmi mengemukakan pelaku usaha memerlukan waktu yang panjang dari segi penerapan.
"Munculnya standar konsumen ini adalah siklus. Mau tidak mau kami [sisi hulu] harus mengikuti permintaan konsumen yang menggunakan berbagai standar dan tuntutan. Di sinilah kami harus mempersiapkannya," ujar Lakshmi di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Kendati terdapat pergeseran standar dari sisi konsumen, Lakshmi mengakui tuntutan tersebut tak berlaku secara menyeluruh. Dalam hal konsumsi CPO, tak semua negara importir mempersyaratkan sertifikasi berkelanjutan.
Kondisi ini dibenarkan oleh Ketua Sekretariat ISPO Azis Hidayat dalam kesempatan yang sama. Ia mencontohkan Rusia yang tidak secara rigid menerapkan syarat keberlanjutan untuk CPO yang diimpor sebagaimana negara-negara Uni Eropa.
Baca Juga
"Mereka tidak mempermasalahkan sertifikasi, tapi mereka melihat isu kesehatan," kata Azis.
Ia juga mengungkapkan bahwa CPO asal Indonesia menguasai sekitar 74 persen pangsa pasar di negara pimpinan Vladimir Putin tersebut.
Sampai saat ini, Aziz menjabarkan terdapat 459 hamparan kebun milik perusahaan swasta yang telah tersertifikasi dengan luas 3,9 juta hektare (ha) atau 50,66 persen dari total luas yang mencapai 7,78 juta ha. Sementara kebun milik PT Perkebunan Nusantara tercatat telah mengantongi 34 sertifikat dengan luas area 204.590 ha atau 28,8 persen dari luas total sebesar 713.000 ha.
Secara keseluruhan, total sertifikat ISPO yang terbit berjumlah 502 dengan luas area mencapai 4,11 juta hektare. Jumlah ini terbilang masih rendah, yakni mencakup 29,3 persen dari total luas kebun sawit di Indonesia yang mencapai 14,3 juta ha.