Bisnis.com, JAKARTA World Resources Institute (WRI) Indonesia menilai dibutuhkan transfer fiskal ekologis untuk mendorong pemerintah daerah yang memiliki kawasan hutan menjaga tutupan lahannya.
Sonny Mumbunan, Peneliti Research Center for Climate Change Universitas Indonesia dan Ekonom Senior WRI Indonesia, mengatakan indikator tutupan lahan hutan dapat dijadikan salah satu acuan dalam menyalurkan alokasi dana APBN melalui dana alokasi umum (DAU).
Caranya dengan mempertimbangkan indikator luasan tutupan lahan hutan menjadi bagian dari indikator luas wilayah pada kategori kebutuhan fiskal daerah. Tutupan lahan dalam skema usulan ini secara khusus merujuk pada luasan tutupan hutan alam primer dan hutan sekunder di daerah tersebut.
"Jadi, indeks wilayah [pada skema DAU] sudah tercantum luas administratif dan luas laut. Tinggal ditambahkan tutupan hutan bersama-sama dengan dua kategori tersebut," kata Sonny di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Dia melanjutkan indikator tutupan lahan hutan dipilih karena paling dekat dengan tujuan pengadaan dana ini, yakni untuk melindungi dan memulihkan hutan.
Pasalnya, berdasarkan analisis korelasi, semakin tinggi proporsi hutan alam primer dan sekunder suatu daerah,, kegiatan ekonomi atau pendapatan daerah melalui produk domestik regional bruto (PDRB) memiliki kecenderungan tidak berubah atau sedikit menurun.
Baca Juga
Hal itu karena provinsi atau kabupaten yang memilih untuk menjaga hutannya tidak mendapatkan keuntungan dari peralihan fungsi pemanfaatan kawasan hutan seperti pertambangan atau perkebunan kelapa sawit.
“Dapat dikatakan bahwa bagi daerah kaya hutan tidak mendapatkan banyak manfaat dari menjaga hutan di wilayahnya karena secara ekonomi tidak menguntungkan,” lanjutnya.