Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku industri kayu gergajian dan kayu olahan optimistis nilai ekspor kayu olahan atau woodworking dapat mencapai US$3,09 miliar pada 2025.
Soewarni, Ketua Asosiasi Pengusaha Kayu Gergajian dan Kayu Olahan Indonesia (ISWA), menilai angka tersebut dapat tercapai jika pasokan kayu bulat aman. “Optimistis tercapai [pada 2025] asalkan pasokan bahan bakunya [kayu bulat] aman,” kata Soewarni kepada Bisnis, Rabu (17/7).
Selain pasokan bahan baku, dia menilai apabila kondisi pasar global yang saat ini terpengaruh perang dagang antara Amerika serikat dan China membaik, maka proyeksi devisa dari sektor kayu olahan tersebut dapat terealisasi.
ISWA mencatatkan capaian nilai ekspor kayu olahan pada tahun lalu stagnan di angka US$2,1 miliar sama seperti capaian ekspor pada 2017.
Sementara itu, Bambang Supijanto, Ketua Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo), memproyeksikan nilai ekspor kayu panel pada 2025 akan mencapai US$2,47 miliar dengan total volume ekspor 3,9 juta m3.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono meyakini kinerja produksi kayu bulat akan semakin positif karena ditopang oleh sinergi antara hutan tanaman rakyat dan hutan tanaman industri. Untuk mendorong hal tersebut, Bambang mengatakan pihaknya sedang menyiapkan kebijakan agar pemegang izin hutan tanaman rakyat dapat membangun industri pengolahan kayu skala kecil menengah di dekat areal pemanfaatan hutan (on farm) dengan kapasitas produksi di bawah 2.000 m3.
Baca Juga
Hal tersebut dilakukan agar pelaku hutan rakyat mudah memasok bahan baku ke pemegang konsesi kehutanan yang menjadi mitranya.