Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia diminta untuk memperjuangkan kepentingan nasional dalam rangka kerja sama penghindaran pajak berganda alias avoidance of double taxation dengan Pemerintah Singapura.
Proses negosiasi harus dilakukan dengan baik dan setara agar kerja sama tersebut tidak menggerus pendapatan perpajakan Indonesia.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai perjanjian penghindaran pajak berganda alias avoidance of double taxation antara Indonesia dan Singapura penting dalam rangka meminimalisasi wilayah abu-abu terkait perpajakan.
Hal ini mengingat Indonesia terikat perjanjian perpajakan dengan kurang lebih 60 negara sehingga masalah ini seharusnya bisa diminimalkan.
“Yang penting prinsip-prinsipnya jelas, jangan sampai ada grey area, bikin lebih rinci dan detil, terjemahkan dalam teknis yang jelas dan simpel,” katanya, Rabu (17/7/2019).
Prastowo menjelaskan, double taxation sering terjadi karena perbedaan asas pengenaan pajak antara dua negara tertentu.
Perusahaan ataupun individu memiliki risiko dikenai pajak dua kali akibat perbedaan asas perpajakan tersebut.
Baca Juga
Selain itu, perbedaan interpretasi dalam praktik juga turut menimbulkan double taxation.
Dalam perjanjian avoidance of double taxation ini, dia berpesan agar pemerintah bernegosiasi dengan baik dan setara. Tak hanya Singapura, menurutnya, negosiasi juga perlu dilakukan oleh mitra investasi Indonesia lainnya.
Dengan demikian, avoidance of double taxation yang awalnya bertujuan untuk mengurangi penghindaran pajak oleh wajib pajak (WP) tidak menggerus
pendapatan perpajakan itu sendiri.