Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko berpendapat kelahiran UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan salah satu tonggak sejarah dan lompatan baru dalam dunia riset dan sains di Tanah Air.
Untuk diketahui, DPR awal pekan ini mengesahkan RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) menjadi UU yang merupakan revisi dari UU No.18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Menurut Laksana, UU ini akan mengubah paradigma dan peranan ilmu pengetahuan (iptek) di Indonesia, selain memberikan berbagai pengaturan baru yang sangat dinantikan sebagian besar komunitas iptek.
Salah satu problem mendasar dari riset di Indonesia adalah rendahnya critical mass, baik di sisi SDM (kuantitas dan kualitas), infrastruktur dan anggaran yang tersebar di berbagai lembaga riset pemerintah.
Lembaga riset swasta masih sangat sedikit, akibat lemahnya insentif bagi swasta yang melakukan riset selama ini.
"Kemudian diamanahkan pembentukan dana abadi riset yang sudah mulai diisi pada tahun anggaran ini sehingga makin banyak riset yang dilakukan," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (17/7/2019).
Baca Juga
Pembentukan badan riset dan inovasi nasional yang diatur dalam UU Sisnas Iptek merupakan salah satu solusi terintegratif untuk meningkatkan critical mass.
Dengan integrasi ini secara otomatis akan menaikkan purchasing power dari anggaran yang telah ada dan dikonsolidasikan. Hal ini juga akan mendorong sinergi program riset secara menyeluruh dan berkesinambungan.
Terbitnya UU Sisnas Iptek juga diharapkan akan mempercepat dan memudahkan pencapaian target indikator makro terkait riset seperti tertulis di Rencana Induk Riset Nasional 2017—2045.
"Produktivitas peneliti di 2015, outputnya 2 publikasi terindeks global per 100 peneliti. Adanya UU ini dapat meningkat menjadi 22 output publikasi di 2044. Di 2015, hanya ada 1.071 SDM peneliti, targetnya di 2044 akan ada 8.000 SDM peneliti," tutur Handoko.