Bisnis.com, JAKARTA -- Peningkatan ekspor produk perkebunan bisa terus ditingkatkan selama bisa memenuhi standar dan permintaan pasar di luar negeri.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyatakan peningkatan nilai ekspor hanya akan tercapai jika pelaku usaha dalam negeri memiliki tekad untuk menghasilkan produk yang mengikuti standar negara pengimpor. Jika hal ini sulit terealisasi, Esther menilai konsumsi dalam negeri mau tidak mau harus digenjot.
Untuk itu, pemerintah harus memiliki komitmen politik dan kebijakan yang kuat guna mendukung peningkatan serapan produksi komoditas perkebunan dalam negeri. Salah satunya lewat insentif yang mendukung industri dalam negeri menghasilkan produk derivatif komoditas perkebunan seperti energi terbarukan dari minyak kelapa sawit.
"Jadi, pemerintah seharusnya memberi suatu insentif kepada pasar domestik. Misalnya pada pelaku usaha yang mengembangkan energi terbarukan dari komoditas perkebunan seperti biofuel,” katanya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2019).
Menurutnya, insentif tersebut tidak harus berupa insentif fiskal, tetapi juga bisa dalam bentuk kemudahan dalam memproduksi energi terbarukan maupun kemudian untuk melakukan riset. Dia mengungkapkan hal tersebut sudah dilakukan Kementerian Keuangan lewat super deductible tax kepada perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan ke arah inovasi.
Untuk pasar luar negeri, dia menilai Indonesia tak perlu mengalihkan fokus ekspor komoditas perkebunan dari kelapa sawit atau karet ke tanaman lain meskipun komoditas tersebut tengah diterpa tren harga global yang negatif.
Baca Juga
Menurutnya, Indonesia masih menikmati keunggulan komparatif sebagai salah satu produsen minyak sawit atau CPO terbesar di dunia.