Bisnis.com, JAKARTA - Badan Restorasi Gambut (BRG) memamerkan anyaman purun asal Kalimantan Selatan di acara Festival Indonesia 2019 yang digelar oleh Kedutaan Besar RI di Oslo 29 – 30 Juni 2019.
Sebagai perwakilan dipilihlah Arbaini (41), warga Desa Jarenang, Kecamatan Kuripan, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan yang bermata pencaharian mencari ikan dan bekerja sebagai buruh pabrik sawit, juga pengrajin anyaman dari Purun (Lepironia articulata). Arbaini melakukan demo cara menganyam purun menjadi sebuah kerajinan tangan yang berkualitas di stand BRG.
Festival Indonesia 2019, yang menjadi acara yang baru pertama kalinya digelar ini adalah merupakan pameran kebudayaan, perdagangan dan pariwisata, yang utamanya menekankan pada produk alami olahan ekosistem gambut dan hutan Indonesia.
Berbagai hal sehubungan dengan gambut dipamerkan oleh BRG di Oslo, tentu dengan tujuan untuk memperkenalkan dan mempromosikan potensi ekosistem gambut kepada dunia, khususnya kepada warga Norwegia. Selain produk kerajinan anyaman yang ramah lingkungan, di pamerkan pula produk makanan sehat yang diolah pemuda dari Kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan serta kain Sasirangan dari Kabupaten Hulu Sungai Utaram Kalimantan Selatan, dengan proses pewarnaan alami.
Kalimantan Selatan adalah provinsi yang memiliki luas lahan gambut seluas 103.556 HA. Sebanyak 56.468 HA diantaranya telah mengalami kerusakan. Provinsi ini tersohor dengan pengembangan produk kerajinan anyam lokal yang terbuat dari tanaman Purun. Purunadalah merupakan jenis tumbuhan rumput yang hidup liar dan endemic di ekosistem gambut. Sejak tahun 2017, BRG telah mendampingi dan melatih masyarakat desa yang berada di area target restorasi gambut, untuk mengembangkan anyaman Puruntradisional mereka menjadi produk fashion.
Pengembangan kerajinan purun membantu pemberdayaan ekonomi kelompok perempuan pengrajin purun di daerah tersebut. Sebelum mendapatkan pelatihan dari Badan Restorasi Gambut (BRG), para pengrajindan penganyam purun, yang semuanya memang memiliki kemampuan untuk menganyam tikar ini, tidak mampu mencapai hasil maksimal. Dalam satu hari mereka hanya menghasilkan lima buah tikar yang kalau dijual hanya mendapatkan Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah) per anyaman.
“Kami dari kelompok pengrajin ingin pula kerajinan dari Purun ini bisa jadi sumber penghasilan tetap. Kami ingin supaya hasil purun bisa dijual ke luar negeri” kata Arbaini menuturkan keinginannya.
Agar dapat selalu terus memberdayakan kelompok perempuan dan pengrajin purun dari ekosistem gambut ini, Badan Restorasi Gambut (BRG) menjalin kerjasama dengan designer Merdi Sihombing dari Eco-fesyen. Para pengrajin diundang untuk mengikuti lokakarya pengembangan kerajinan anyaman dan kain sasirangan alami, yang menggunakan tanaman dan buah-buahan yang berada disekitar lahan gambut.
“Dengan adanya pelatihan dari Pak Merdi, kerajinan ini berkembang. Sebelumnya kami hanya bikin tikar, tas dan dompet biasa, tapi sekarang sudah bisa buat tas dan dompet yang lebih bagus lagi. Harapan kita supaya pengrajin semakin maju danekonomi di rumah tanggalebih baik,” papar Arbaini.