Bisnis.com, JAKARTA - Konversi lahan pertanian, termasuk lahan komoditas perkebunan, menjadi kawasan non-pertanian di Pulau Jawa dinilai sebagai fenomena yang tak bisa dihindari. Hal ini merupakan konsekuansi di tengah tumbuhnya kebutuhan untuk perumahan dan pengembangan industri.
Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W) Insititut Pertanian Bogor Ernan Rustiadi mengemukakan di antara provinsi-provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat merupakan kawasan dengan tingkat konversi lahan pertanian paling signifikan. Kondisi ini ia sebut tak lepas dari lokasi yang dekat dengan ibu kota dan besarnya investasi yang masuk ke kawasan tersebut.
"Di Jawa ini memang tekanan urbanisasi dan industrialisasi paling besar terjadi di Jawa Barat. Konsentrasi industri terbesar di Indonesia berada di sini dan itu tersebar terutama di kawasan Pantai Utara. Semuanya di tempat-tempat yang [pernah] menyediakan lahan sawah terbaik. Mulai dari Tangerang, Bekasi, Karawang, dan sekarang Subang," kata Ernan saat dihubungi Bisnis, Jumat (5/7/2019).
Baca Juga
Pembangunan infrastruktur transportasi ia sebut menjadi faktor utama alih fungsi lahan di Jawa Barat. Ernan memberi contoh dengan menjelaskan kondisi Kabupaten Bekasi. Kawasan perekonomian dan pemukiman baru ia sebut hadir di kawasan tetangga ibu kota itu seiring pembangunan jalan tol.
"Pembangunan jalan tol juga diperkirakan semakin mempercepat alih fungsi lahan sawah. Jalan tol seperti di Bekasi contohnya, semakin mendorong lahirnya kawasan industri dan kota-kota baru yang berdekatan dengan jalan tol," papar Ernan.
Potensi ekonomi dari hadirnya infrastruktur di Jawa Barat tampaknya juga menjadi pendorong bagi perusahaan plat merah yang bergerak di sektor agribisnis untuk menyertakan aset mereka berupa lahan perkebunan guna mendukung pengembangan kawasan industri, yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII.