Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bangun Transportasi Massal di Daerah Perlu Sinergi dengan Pusat

Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia menilai, pembangunan transportasi massal di daerah tidak bisa sekadar menjadi tanggung jawab Kemenhub.
Ilustrasi - Bus Transjakarta melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (2/1/2019)./ANTARA-Dhemas
Ilustrasi - Bus Transjakarta melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (2/1/2019)./ANTARA-Dhemas

Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia menilai, pembangunan transportasi massal di daerah tidak bisa sekadar menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan, sehingga harus ada kesadaran dari pemerintah daerah (pemda) untuk kemajuan transportasi di daerahnya. 

Country Director Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia Yoga Adiwinarto melihat, investasi yang diberikan dari Kemenhub sangat kurang untuk perbaikan angkutan perkotaan.

Investasi yang ada hanya fokus ke pemberian bus di beberapa kota, tanpa infrastruktur penunjang seperti sistem bus rapid transit (BRT) Transjakarta, depot dan juga terminal.

"Panduan mengenai implementasi angkutan dan reformasi angkutan umum juga praktis tidak pernah diberikan, sehingga pada saat diberikan bus, mereka [pemerintah kota] tidak mengerti apa yang harus dilakukan," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (26/6/2019).

Dia mencontohkan, beberapa kota seperti Manado bahkan harus menghentikan operasi sistem 'BRT' yang mereka jalankan dengan bus bantuan Kementerian, karena tidak mengerti bagaimana model bisnis yang baik dan bagaimana operasionalnya seperti cara pemilihan rute.

Kekurangan tak hanya milik pemerintah pusat, konsep angkutan massal di daerah perlu ada gayung bersambut dari masing-masing pemda, sehingga apa yang diupayakan dapat membuahkan hasil.

"Konsep buy the service bukan konsep baru, karena sudah diterapkan di Jakarta, Semarang dan kota-kota lain dan mereka mampu untuk mendanai subsidi operasional, selama komitmen politiknya ada. Contoh, Jakarta commit sekitar Rp3 triliun subsidi angkutan umum, Semarang sekitar Rp100 miliar, padahal APBD hanya Rp3 triliun kalau tidak salah," jelasnya.

Dia menjelaskan, ada perbedaan mencolok dari contoh Semarang dan Jakarta tersebut dibandingkan dengan kota-kota lainnya. Pertama, komitmen politik dan konsistensi karena pemimpinnya mengerti keuntungan dari subsidi atau investasi di transportasi massal ini.

Kedua, dibentuknya institusi yang kompeten untuk menjalankannya, yakni PT Transjakarta dan BLUD Transsemarang. "Ketiga, layanan dan rute yang terus dikembangkan dengan kualitas yang relatif bagus termasuk frekuensi reguler, bus AC, kecepatan konsisten, halte yang layak," jelasnya.

Keempat, model bisnis yang tepat untuk operator bus dan model keuangan yang memungkinkan hanya bisa terjadi dengan adanya subsidi dari pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper