Bisnis.com, JAKARTA — Biaya Pokok Penyediaan pembangkitan mengalami penurunan senilai Rp17 menjadi Rp1.361 per kilowatt hour (kWh) pada Maret 2019 dibanding periode sama tahun lalu lantaran beroperasinya sejumlah pembangkit batu bara.
Pada 2014, rata-rata BPP mencapai Rp1.420 per kWh, nilai ini menurun menjadi Rp1.300 per kWh pada 2015 dan Rp1.265 per kWh pada 2016. Namun, 2 tahun berikutnya BPP mengalami kenaikan, menjadi Rp1.318 per kWh pada 2017 dan Rp1.406 kWh pada 2018.
BPP yang berfluktuatif ini juga menyebabkan perubahan pada harga jual tenaga listrik. Pada 2014, harga jual tenaga listrik adalah senilai Rp994 per kWh, 2015 naik menjadi Rp1.041 per kWh, 2016 turun menjadi Rp998 per kWh, 2017 Rp1.105 per kWh, 2018 Rp1.127 per kWh, dan awal 2019 menjadi Rp1.132 per kWh.
Harga jual yang mengalami kenaikan sejak 2017 dibantu dengan subsidi listrik. Tercatat, pada 2014, nilai subsidi listrik ke PLN mencapai Rp99,3 triliun. Nilai subsidi kemudian mengalami penurunan sejak 2015 dengan nilai Rp56,6 triliun, 2016 Rp58 triliun, 2017 Rp45,7 triliun, 2018 R48,1 triliun, dan 2019 senilai Rp59,32 triliun.
PT PLN (Persero) mengaku sampai dengan triwulan I/2019, tarif nonsubsidi tidak mengalami naik meskipun ada kenaikan pada variabel tariff adjustment seperti kurs rupiah, Indonesia Crude Price (ICP), dan inflasi. Hingga saat ini tarif listrik ke masyarakat adalah senilai Rp1.467 per kilowatt hour (kWh) untuk tegangan rendah, Rp1.115/kWh untuk tegangan menengah, dan Rp997/kWh untuk tegangan tinggi. TDL tersebut telah berlaku sejak 2017 dan dipastikan tidak naik hingga 2018.
Baca Juga
Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN Djoko R. Abumanan mengatakan pihaknya berupaya melakukan sejumlah efisiensi untuk menurunkan BPP sehingga tarif listrik masyarakat bisa rendah. Hingga Triwulan I/2019, total kapasitas pembangkit yang beroperasi di Indonesia adalah sebesar 58.390 MW atau bertambah 568 MW. Pembangkit yang beroperasi tersebut didominasi tenaga uap dengan persentase 61,82%.
Menurutnya, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) memberikan efisiensi lebih besar dalam produksi listrik sehingga berdampak pada semakin rendahnya BPP.
"PLN terus berupaya menekan BPP melalui usaha efisiensi yang terus berlanjut," katanya, Kamis (27/6/2019).
Selain itu, turunnya bauran bahan bakar minyak (BBM) untuk energi pembangkitan juga akan semakin meningkatkan efisiensi. Porsi penggunaan BBM untuk pembangkitan pada triwulan I/2019 menjadi 4,42%. Selama 2018, porsi BBM adalah sebesar 5,98%.