Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah kinerja ekspor yang melambat selama Januari-Mei 2019, Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat sektor tekstil dan produk tekstil menjadi satu dari tiga yang mencatat pertumbuhan. Pihak terkait industri tekstil diminta waspada.
Sekretaris Jenderal API Ernovian G Ismy meminta pemerintah tetap waspada terhadap ketersediaan bahan baku dan kesesuaian regulasi untuk menggenjot pertumbuhan produksi.
“Yang perlu diantisipasi [oleh pemangku kepentingan adalah ketersediaan] bahan baku. Bahan bakunya [industri] garmen kan kain jadi, kalau kami tidak ada [persediaan] kain jadi bagaimana [memenuhi permintaan],” ujarnya kepada Bisnis, Senin (24/6/2019).
Dia mengatakan bahwa industri garmen merupakan ujung tombak ekspor nasional. Namun, sekitar 60% dari total produk ekspor industri tekstil dan produk tekstil berasal dari industri garmen.
BPS mencatat nilai ekspor pakaian jadi bukan rajutan naik 1,7% menjadi U$1,9 miliar pada Januari—Mei 2019 secara tahunan. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh permintaan pasar global yang terus meningkat pada tahun ini.
Ernovian menambahkan perubahan siklus pemesanan dari tahunan menjadi per musim juga akan menjadi tantangan bagi industri garmen dalam mempersiapkan ketersediaan kain jadi. Selain itu, lanjutnya, persaingan global di pasar garmen juga semakin ketat.
Ernovian berujar, Indonesia memiliki beberapa pesaing dalam produksi produk garmen di pasar global seperti Banglades, Pakistan, dan India. Namun demikian, Ernovian berpendapat seharusnya produksi garmen dalam negeri menjadi juara Asia Tenggara.
Menurutnya, keadaan bahan baku antara industri dalam negeri dan Vietnam dan Kamboja tidak jauh berbeda, yakni sama-sama tidak memiliki kapas. Walau demikian, Ernovian mencatat nilai ekspor produk garmen Vietnam sudah mencapai US$37,12 miliar dan niai ekspor garmen Kamboja mencapai US$12,43 miliar. Adapun, imbuhnya, nilai ekspor garmen Indonesia berada di posisi US$13,22 miliar.
“Vietnam tidak punya kapas, Industrinya tidak terintegrasi. Kita lengkap, tapi kok begini? Ada yang salah ini, sementara ujung tombak kita garmen. Nah, ini [harus] hati-hati,” tegasnya.