Bisnis.com, BANGKOK -- Sepuluh kepala negara dan pemerintahan Asean sepakat untuk menyelesaikan perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership November tahun ini.
Hal itu disepakati untuk menyiasari ketidakpastian karena perang dagang. Setiap negara partisipan RCEP diminta memaksimalkan fleksibilitasnya dalam negosiasi.
Kesepakatan itu menjadi salah satu poin yang dituangkan dalam Asean Leaders’ Vision Statement on Partnership for Sustainability di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi Asean Ke-34 di Bangkok, Thailand, Minggu (23/6/2019).
Meskipun dikebut tahun ini, para pemimpin negara tetap menginginkan RCEP yang modern, komprehensif, berkualitas tinggi, dan saling menguntungkan yang akan memberikan manfaat bagi kawasan, serta menjunjung tinggi perdagangan global yang terbuka.
Presiden Joko Widodo dalam 34th Asean Summit Plenary mengatakan perang dagang bisa merembet ke wilayah lain dan berdampak pada stabilitas keamanan dan kesejahteraan kawasan.
Upaya memperkuat bangunan ekonomi negara-negara Asean secara individual maupun kolektif menjadi lebih penting. Perdagangan intra-Asean dan fasilitasi perdagangan harus diperkuat, serta UMKM harus mendapat benefit dari integrasi ekonomi Asean.
"Kerja sama dengan mitra Asean menjadi lebih penting, demikian pula komitmen untuk menyelesaikan negosiasi RCEP pada tahun ini di tengah situasi dunia seperti saat ini," kata Presiden.
Para menteri juga mengemukakan pandangannya tentang bagaimana pendekatan untuk mencapai target penyelesaian perundingan integrasi ekonomi 10 negara Asean dengan enam negara mitra (India, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru) itu pada November 2019.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan para menteri sepakat untuk tidak mengajukan dan menerima usulan baru dalam putaran perundingan RCEP ke-26 di Melbourne, Australia, 25 Juni-3 Juli, dan putaran berikutnya. Para negosiator pun datang dengan mandat penuh dari pemerintah.
"Kalau enggak, nanti open ended. Satu belum selesai, muncul usulan baru, seperti Christmas tree. Ini akan disampakan juga ke negara mitra bahwa tidak ada usulan baru. Kita selesaikan apa yang ada," kata Enggar.
Beberapa isu akan dibahas dalam perundingan di Melbourne. Di samping India dan China yang belum mencapai titik temu tentang akses pasar, perbedaaan pendapat negara-negara partisipan tentang ketentuan investor-state dispute settlement (ISDS) masih meruncing.
Beberapa negara menginginkan mekanisme yang disebut prior concern' yakni investor meminta persetujuan kepada pemerintah negara di mana investasinya ditanamkan sebelum membawa sengketa ke arbitrase internasional. Indonesia dan Filipina misalnya, berada di posisi ini.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia pernah memiliki pengalaman digugat oleh perusahaan tambang asal Inggris Churcill Mining Plc. ke International Center for Settlement of Investment Dispute (ICSID).
Saat itu Indonesia dituding melanggar perjanjian bilateral investasi antara Indonesia dan Inggris karena mencabut secara sepihak izin eksplorasi tambang Kabupaten Kutai Timur. Akhirnya kasus tersebut dimenangkan oleh Pemerintah Indonesia.
Gugatan juga pernah dilayangkan oleh Rafat Ali Rivki dalam kasus Bank Century dan Newmont soal penerapan bea keluar mineral.
Di sisi lain, beberapa negara bersikukuh pada mekanisme konvensional, yakni investor berhak mengajukan gugatan sewaktu-waktu ke arbitrase internasional tanpa perlu persetujuan dari negara di mana dia berinvestasi.
Singapura yang selama ini kalangan swastanya berekspansi ke banyak negara berada di posisi ini. Di Indonesia, Negeri Merlion masih menjadi penanam modal asing terbesar.
Tahun lalu, negeri tetangga itu menyumbang 31,4 persen PMA ke Indonesia dengan menanamkan modal US$9,2 miliar atau Rp128 triliun.
"Tim kecil akan dibentuk, yang di dalam tim itu nanti akan terus kita bahas [ISDS] supaya kita bisa selesai dalam tahun ini juga," kata Enggar seraya menambahkan akan menjembatani komunikasi dengan India mengenai isu market access versus perdagangan jasa melalui Troika yang terdiri atas Indonesia sebagai countries coordinator, Thailand selaku keketuaan Asean 2019, dan Sekjen Asean.
Ketua RCEP Trade Negotiating Committee (TNC) Iman Pambagyo yang terbang ke Melbourne dari Bangkok, Sabtu (22/6/2019) malam, untuk memimpin perundingan mengatakan target putaran ke-26 antara lain pendalaman perundingan akses pasar secara bilateral. Selain itu, elemen-elemen pada beberapa bab segera ditarik jika hanya diusulkan oleh satu atau dua negara dan tidak didukung oleh mayoritas negara.
"[Negara partisipan diharapkan] lebih realistis tentang apa yang bisa dicapai Oktober. Kira-kira itu target saya agar perundingan akses pasar bisa mendekati final dan beberapa chapters serta banyak artikel atau paragraf bisa difinalkan di Melbourne," jelas Imam.
Jika negosiasi 'selesai secara substansial' sesuai target, Mendag Enggartiasto memperkirakan perjanjian akan diteken tahun depan setelah draf dirapikan dan disinkronkan sesuai kaidah dokumen hukum (legal scrubbing).
Meskipun dikebut, Enggar menjamin kualitas kesepakatan akan sesuai harapan.
"Jadi, tetap kami memberikan prioritas atas kualitas isi perjanjian itu sendiri," ujar Enggar.