Bisnis.com, JAKARTA—Sektor makanan dan minuman menjadi prioritas pengembangan industri di bawah Direktorat Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian.
Sektor ini berperan penting dengan menyumbang lebih dari 35 persen produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non migas.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim mengatakan secara umum program prioritas di bawah direktorat yang dipimpinnya adalah menjaga pertumbuhan industri mamin tetap tinggi.
Pasalnya, apabila sektor ini mengalami kontraksi akan berdampak terhadap keseluruhan industri manufaktur.
“Sektor makanan dan minuman berkontribusi di atas 35 persen terhadap PDB industri non migas, kalau secara nasional bisa 6 persen,” ujarnya di Jakarta, Kamis (13/6/2019).
Pada tahun ini, Kemenperin menargetkan pertumbuhan sektor mamin sebesar 9,86 persen. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal I/2019, pertumbuhan industri mamin sebesar 6,77 persen y-o-y. Angka ini melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 12,77 persen.
Menurut Rochim, salah satu kendala yang dihadapi sektor mamin saat ini adalah penurunan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang didorong oleh penurunan permintaan di negara-negara tujuan ekspor utama dan sentimen yang ditimbulkan dari kampanye negatif di Eropa. Hingga kini, CPO dimasukkan ke dalam industri makanan dan minuman.
“Ini jadi prioritas juga bagaimana minyak sawit bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin di dalam negeri sehingga harganya bisa meningkat,” kata Rochim.
Dia menyebutkan beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan penyerapan CPO nasional antara lain memanfaatkan produk tersebut dalam B20 atau biodiesel dengan kandungan yang lebih tinggi. Sementara, untuk jangka panjang bisa digunakan sebagai green gasoline.
“Green gasoline secara nasional akan dikembangkan, pengganti bensin sejenis Premium lah.”