Bisnis.com, JAKARTA - Akademisi kehutanan menilai langkah pemerintah menerbitkan kebijakan pemanfaatan kawasan hidrologis gambut (KHG) yang masuk dalam kawasan lindung merupakan langkah korektif karena hal itu dapat memberikan kepastian hukum bagi pengusaha.
Adapun, kebijakan pemerintah tersebut tertuang pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10/2019 tentang tentang Penentuan, Penetapan, dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
Yanto Santosa, Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan terbitnya Permen LHK Nomor 10/2019 merupakan jalan tengah terbaik guna memastikan bahwa siklus usaha kehutanan dan pemulihan ekosistem gambut berjalan sekaligus.
"Menurut saya, [penerbitan Permen LHK No. 10/2019] merupakan jalan tengah yang baik," katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Yanto menambahkan, beleid tersebut tidak akan menjadi masalah dalam sistem tata kelola gambut, karena pemanfaatan lahan gambut hanya diizinkan pada areal di luar puncak kubah gambut. Sedangkan, areal puncak kubah gambut tidak boleh dimanfaatkan dan harus tetap dilindungi.
"Itu kan yang penting kubah gambut dilindungi, artinya tidak diacak-acak oleh perusahaan kan gitu," lanjutnya.
Baca Juga
Pada Permen LHK Nomor 10/2019 penggunaan lahan gambut untuk budidaya diatur pada pasal 7 dan pasal 8.
Pasal 7 menyebutkan apabila terdapat lebih dari 1 Puncak Kubah Gambut dalam 1 Kesatuan Hidrologis Gambut, Puncak Kubah Gambut yang telah dimanfaatkan dapat terus dilakukan dengan menggantikan fungsi hidrologis Gambut dari Puncak Kubah Gambut lainnya.
Syarat pemanfaatan yang dimaksud pasal tersebut harus memenuhi kriteria fungsi lindung Ekosistem Gambut dengan luasan paling sedikit 30% dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut.