Bisnis.com, JAKARTA – PT Hisamitsu Pharma Indonesia (HPI) memproyeksi lapangan usaha perseroan akan terus tumbuh pada tahun ini di saat masa depan industri farmasi secara konsolidasi masih belum dapat dipastikan. Perseroan menyampaikan optimisme tersebut datang dari jenis obat yang ditawarkan perseroan yakni obat bebas.
General Manager Sales & Trade Marketing HPI Chairul Tedjamulya mengatakan, perseroan akan meningkatkan kapasitas produksinya pada tahun ini sekitar 5% dari realisasi tahun lalu. Adapun, pada tahun lalu perseroan memproduksi sekitar 250 juta lembar koyok dalam berbagai jenis.
“Kami memprediksi pangsa pasar [kami di segmen anak muda] naik menjadi 20%. Salah satu pendorongnya kan promo-promo yang kami lakukan, tingkat konsumennya juga meningkat,” ujarnya kepada Bisnis, Ahad (19/5/2019).
Chairul menambahkan alasan penambahan kapasitas lainnya adalah kecenderungan masyarakat dalam menggunakan obar bebas daripada obat resep. Selain itu, lanjutnya, perseroan juga tidak terikat dengan pendaan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang selama ini dinilai Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi) mengganggu arus kas industri.
Pada kesempatan yang sama, Product & Campaign Manager HPI Zulfadi menyampaikan tahun ini perseroan akan semakin fokus menjangkau pangsa pasar milenial. Menurutnya, pangsa pasar perseroan pada tahun lalu mencapai 27% tumbuh 500 basis poin (bps) dari realisasi tahun sebelumnya.
Zulfadi berpendapat perluasan pangsa pasar ini menjadi sangat penting mengingat pasar domestik akan mendapatkan bonus demografi hingga 2030. Namun demikian, tambahnya, perluasan tersebut bukan berarti pergeseran generasi basis konsumer perseroan yakni dengan umur di atas 35 tahun.
Perseroan menilai, lanjutnya, momentum pesta demokrasi akan menjadi tantangan pada tahun ini. Namun demikian, sambungnya, bertambahnya jenis substitusi produk perseroan seperti pijat refleksi, pengobatan tradisional, maupun spa akan juga akan tantangan tahun ini.
Terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) Dorojatun Sanusi menyampaikan arus kas industri farmasi sekarang tidak menentu akibat program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dorojatun menghitung piutang industri farmasi yang telah jatuh tempo kini bernilai Rp4 triliun.
Secara konsolidasi nilai piutang industri farmasi mencapai Rp7 triliun. “Kalau terus berlanjut, bukan masalah bagaimana [kondisi] neraca perdagangan. Kalau bahan baku tidak bisa beli, kami tidak bisa ekspor,” ucapnya.