Bisnis.com, JAKARTA -- Membaiknya defisit transaksi berjalan pada kuartal I/2019 diperkirakan bakal berlanjut dan kisaran sasaran yang ditetapkan Bank Indonesia, yakni sebesar 2,5 persen terhadap PDB.
Pada kuartal I/2019, Bank Indonesia (BI) mengklaim defisit transaksi berjalan menyempit ke level 2,6 persen terhadap PDB atau US$6,96 miliar. Posisi lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya, yang sebesar 3,59 persen terhadap PDB atau US$8,22 miliar.
Namun, posisi sekarang masih lebih tinggi dibandingkan kuartal I/2018, yang sebesar 2,01 persen atau US$5,19 miliar.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Andry Asmoro menilai ada potensi perbaikan defisit transaksi berjalan pada tahun ini. Dia memperkirakan defisit transaksi berjalan dapat mencapai 2,6 persen terhadap PDB untuk keseluruhan 2019.
"Faktor utamanya adalah berkurangnya tekanan eksternal, termasuk stance The Fed yang dovish, dan membaiknya posisi neraca perdagangan Indonesia," kata Andry, Jumat (10/5/2019).
Namun, dia mengingatkan adanya risiko peningkatan tensi perang dagang AS-China yang menyebabkan beralihnya risiko eksternal dari sisi impor ke ekspor.
Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah menyatakan meningkatnya ketegangan hubungan dagang antara AS dan China akan menekan permintaan global.
Alhasil, harga komoditas semakin tertekan. Akibatnya, Indonesia yang masih mengandalkan produk komoditas tidak akan bisa memacu ekspor.
"Neraca perdagangan, kalaupun membaik, tidak bisa surplus besar untuk mengurangi defisit transaksi berjalan," ungkapnya.
Tetapi, dia meyakini target sasaran defisit transaksi berjalan dapat turun ke kisaran 2,5 persen terhadap PDB. Perbaikannya akan didorong oleh penurunan impor, bukan dari kenaikan ekspor.
Baca Juga
"Ekspor dan impor sama-sama melambat, tetapi perlambatan impor lebih besar," tutur Piter.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat mendorong kewajiban B20 untuk menjaga posisi transaksi berjalan.