Bisnis.com, JAKARTA — PT Supreme Energy masih menunggu keputusan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk perpanjangan kontrak jual beli listrik dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Rajabasa berkapasitas 220 megawatt di Lampung.
Berdasarkan laporan PLN mengenai sejumlah perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) energi baru terbarukan, perpanjangan kontrak jual beli listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Rajabasa belum disetujui.
Perpanjangan tanggal berlaku dalam perjanjian jual beli listrik bisa ditandatangani setelah seluruh persyaratan terpenuhi.
Syarat tersebut mulai dari pengalihan sebagian kepemilikan saham ke PLN hingga tarif jual listrik yang mengikuti ketentuan 85% dari biaya pokok pengadaan (BPP) listrik setempat.
PLN telah mengirimkan surat ke Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM terkait dengan perpanjangan tanggal berlaku PPA yang mengikuti tarif 85% BPP lokal. Namun, surat dari PLN tersebut belum mendapat tanggapan dari Kementerian ESDM.
Vice President of Relations & SHE Supreme Energy Priyandaru Effendi mengatakan, pihaknya sudah meminta konfirmasi mengenai surat tanggapan dari Kementerian ESDM.
“Katanya mau segera dikirim [tanggapan dari Kementerian ESDM],” katanya kepada Bisnis, Selasa (7/5/2019).
Dia mengakui bahwa harga jual listrik 85% dari BPP lokal memang cukup rendah untuk ukuran pembangkit energi terbarukan.
Berdasarkan perhitungan bisnis, PLTP Rajabasa yang berlokasi di Lampung, akan menjual listrik ke PLN dengan harga Rp883 per kWh atau lebih rendah dari BPP lokal seharusnya yang senilai Rp1.039 per kWh. “Apakah ada proyek hijau di Indonesia yang jalan dengan tarif sebesar itu.”