Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah dan pelaku usaha kelapa sawit perlu mewaspadai ancaman proteksionisme pasar oleh negara importir yang menyebabkan fluktasi harga.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Joko Supriyono mengatakan berpendapat hambatan perdagangan yang dilancarkan oleh Uni Eropa dan India mulai dilakukan oleh negara lain. Terdapat kecenderungan negara-negara lain semakin protektif menjaga pasar dalam negerinya.
Pemerintah, lanjutnya, perlu membuat strategi perdagangan nasional. Caranya dengan membuat matriks tertentu pasar dengan kecenderungan impor besar tapi kesulitan dagangnya rendah perlu diutamakan dengan membuat perjanjian bilateral. Sementara oasar dengan volume serapan rendah tapi memberikan kesulitan maksimal lebih baik ditinggalkan.
“Dengan roadmap produksi dan ekspor naik kita harus perang untuk memenangkan pasar. Kita harus naikan permintaan dengan meningkatkan hubungan dagang dan dikerjakan secara sinergi. Kita perlu meng-handle pasar dengan serius supaya tidak kebakaran jenggot seperti dengan Uni Eropa kemarin,” katanya dalam Seminar Agrina Agribisnis Outlook 2019, Kamis (11/4/2019).
Ancaman berikutnya adalah semua pelaku minyak nabati melakukan ekspansi lahan. Sementara Indonesia justru mengerem ekspansi. Jadi cara supaya tidak tergilas adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing produk supaya tidak kalah dalam persaingan global.
“Harga komoditas tidak akan bisa dikontrol. Harga bisa dikontrol kalau kita punya stok untuk dikendalikan. Kasus tahun lalu ketika oversuplai dan berkompetisi satu sama lain, maka pemerintah menyiasati dengan penyerapan bioenergi,” katanya.