Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pertanian tengah mengkaji untuk menghapus sistem kuota impor bibit ayam utama demi menyeimbangkan pasar ayam ras pedaging di dalam negeri.
Sistem kuota impor per tahun untuk Grand Parent Stok (GPS) atau bibit ayam utama termaktub dalam Permentan No.32/2017 tentang penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.
Dalam regulasi itu disebutkan bahwa setiap pelaku usaha pembibitan ayam mendapatkan rekomendasi impor sesuai dengan kemampuan setelah melalui hasil audit dari tim independen.
Berdasarkan catatan Bisnis, dalam dua tahun terakhir sejak beleid tersebut berlaku, kuota impor GPS berada di kisaran 700.000 ekor setiap tahun.
Akan tetapi, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita mengatakan pihaknya tengah mengkaji ulang permentan tersebut, terutama dalam hal penetapan kuota GPS selama dua tahun ke belakang.
"Impor GPS akan dibebaskan karena kalau menentukan siapa yang boleh [atau tidak] nanti kami dibilang ada main. Sistem kuota itu yang mau dihapus," tegasnya kepada Bisnis pada Selasa (2/4).
Pasalnya, tambah Ketut, semenjak beleid itu berjalan, peternak justru kerap mengeluh sulit mendapatkan bibit ayam final atau final stock (FS) atau jika pun pasokan tersedia, harganya stabil tinggi.
Padahal, dalam beleid yang sama diatur bahwa pengusaha perbibitan harus mendistribusikan produksi anak ayam usia sehari (day old chick/DOC) FS sebanyak 50% untuk peternak rakyat mandiri atau UMKM dan 50% untuk perusahaan terintegrasi (integrator).
Adapun, berdasarkan hasil audit Kementerian Pertanian terdapat potensi kelebihan produksi daginga ayam sebanyak 331.035 ton pada 2018 dengan rataan per bulan sebanyak 27.586 ton. Total produksi mencapai 3,3 juta ton karkas atau setara 3,1 milliar ekor ayam sedangkan kebutuhan karkas hanya 3 juta ton.
Sementara itu, untuk produksi DOC FS bulan Januari 2019 diperkirakan sebanyak 268 juta ekor/bulan. Di sisi lain, berdasarkan data dari Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) harga DOC FS kerap menanjak dari Rp4.700/ekor hingga Rp6.400/ekor.
Ketut pun menambahkan nantinya baik peternak mandiri, koperasi atau sejenisnya dapat mengajukan surat rekomendasi impor GPS. Surat dapat diberikan bila yang bersangkutan lolos audit tim independen.
"DOC FS harusnya ada banyak tapi mahal, [kalau] peternak mau impor DOC saya kasih asal bersedia diaudit," katanya.
Selain faktor harga dan keterjangkauan, poin lain yang memicu rencana revisi permentan adalah adanya inkonsistensi mutu bibit yang diterima peternak mandiri. Dengan dibebaskannya jumlah impor GPS, Ketut berharap lahir kompetisi untuk meningkatkan kualitas bibit sehingga ayam yang dihasilkan pun baik.
Tetapi yang perlu digarisbawahi, lanjutnya, mekanisme pasar yang akan menentukan untung atau ruginya pelaku usaha pembibitan. Pasalnya, peternak dapat membeli bibit dengan leluasa dan mudah.