Bisnis.com, BANDUNG - Kementerian Pariwisata memperhitungkan Vietnam sebagai rival utama Indonesia dalam menggaet kunjugan wisatawan asing pada tahun ini.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, pertumbuhan devisa yang dihasilkan dari pariwisata mulai menyaingi besaran yang diberikan industri Crude Palm Oil (CPO) yang nilainya mencapai US$16 miliar pada 2018 lalu.
Sementara itu, pertumbuhan di Vietnam juga cukup positif. Inilah yang menjadikan negara tersebut sebagai pesaing utama Indonesia dalam meningkatkan kunjungan, terutama wisatawan mancanegara (wisman).
"Kalau kita me-manage industri ini dengan baik, maka kita bisa menjadi yang terbaik. Pariwisata pada 2018 juga sudah US$ 16 miliar," katanya di acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Jawa Barat 2019 di Bandung, Selasa (2/4/2019).
Dia menargetkan capaian pada tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Pada 2019, pemerintah menargetkan devisa mencapai US$20 miliar. Namun Arief menilai, proyeksi yang bisa diraih mencapai US$18 miliar atau melebihi devisa yang dihasilkan oleh industri CPO.
Mengelola industri pariwisata, kata dia, harus memperhitungkan negara tetangga. Arief mengaku dari upaya branding yang dilakukan lewat Wonderful Indonesia, pihaknya bisa mematahkan dominasi Thailand dan Malaysia. "Namun Vietnam juga mencatat kenaikan yang tinggi," katanya.
Dia memantau perkembangan pariwisata negara tetangga setiap hari guna mengukur elemen-elemen penilaian yang membuat turis berwisata di negara tersebut. Khusus Vietnam, Kemenpar memberikan semacam memo agar negara tersebut diwaspadai. "Awasi Vietnam," ujarnya.
Negara tersebut menurutnya tengah berbenah dan mendapat angka kunjungan wisatawan asing sangat tinggi dalam dua tahun terakhir. "Vietnam 20 juta tahun ini, Indonesia juga 20 juta," paparnya. Tingginya persaingan regional memasarkan potensi pariwisata menurutnya harus disadari sampai kepala daerah tingkat II. Dia mengibaratkan pemda sebagai perusahaan yang memiliki target pertumbuhan lebih tinggi dari pasar. "Kalau tumbuhnya lebih rendah dari pertumbuhan pasar harus hati-hati. Kita harus punya pesaing agar menumbuhkan jiwa kompetitif," tuturnya.